Ahad 25 Aug 2013 10:13 WIB

Belitung, Karibia dari Timur

Rep: Selamat Ginting/ Red: A.Syalaby Ichsan
Pemandangan pantai di Pulau Belitung
Foto: informasitips.com
Pemandangan pantai di Pulau Belitung

REPUBLIKA.CO.ID, Mi kuning dicampur taoge, irisan timun, potongan kentang rebus, emping melinjo, dan terakhir disiram kuah udang kental yang berwarna kecokelatan. Aroma kuah kaldunya yang berbau udang menggugah selera.

Itulah mi khas Belitung. Sajian sarapan pagi itu menyambut  kedatangan rombongan Jelajah Republika di Kota Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, awal Juni 2013 lalu.

Mi khas Belitung di salah satu kedai milik etnis Cina di Jalan Sriwijaya itu langsung diracik oleh Nyonya Atep. Tak kalah nikmatnya adalah sajian minuman dingin yang ditaburi jeruk kunci, membuat tenggorokan terasa segar.

“Aku makan nak nambah agik rase e,” kata salah seorang pengunjung menggunakan bahasa daerah setempat. Artinya, “Aku makan mau nambah lagi rasanya.”

Selain mie belitung, makanan khas Pulau Belitung, antara lain, sup gangan ikan dan rajungan masak asam manis atau saus tiram.

Sajian itu pun dihidangkan saat santap malam di rumah dinas Bupati Belitung Darmansyah Husein. Juga, sajian lagu-lagu khas Belitung. Acara yang berlangsung akrab itu pun semakin meriah dengan nyanyi bersama bupati. 

Lagu “Kemesraan” menjadi penutup acara, dengan pesan, jangan lupa untuk kembali ke pulau ‘Karibia dari Timur’. Ya, ketika Belanda pertama kalinya menginjakkan kaki di Pulau Belitung sebagai ‘Karibia dari Timur’, yang memiliki beberapa pulau kecil di sekelilingnya. Inilah salah satu surga kecil yang hampir terlupakan di antara 17.000 pulau di Indonesia

Bagi kolonial Negeri Dam itu, Belitung adalah salah satu pulau terindah kelas dunia. Mereka tidak berbicara tentang Pulau Bali atau Pulau Jawa, tetapi Belitung yang dikelilingi ratusan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

Dengan sebutan Billiton, pulau ini dapat dicapai hanya dengan waktu sekitar 50 menit dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta ke Bandara HAS Hanandjoeddin di Kota Tanjung Pandan.

Kota tanpa angkutan umum massal itu nyaris seperti sebuah surga yang tidak tercemar polusi udara. Tak ada sesaknya penduduk atau kebisingan kendaraan bermotor. 

Pantai-pantainya dihiasi pasir putih yang partikelnya halus, laksana bubuk gula pasir. Pasir-pasir putih itu pula yang dibawa ke pantai-pantai di Malaysia dan Thailand. Hal yang menakjubkan adalah susunan batu-batu granit yang besar.

Pantai Tanjung Kelayang dan Pantai Tanjung Tinggi yang terhampar tak disia-siakan untuk mempromosikan pulau itu. Pembuatan film Laskar Pelangi, antara lain, difokuskan di situ. Dari Tanjung Kelayang pula, dengan perahu nelayan etnis Bugis, bisa melihat mercusuar yang berada di Pulau Lengkuas. Mercusuar berusia lebih dari satu abad  buatan kolonial Belanda.

Belitung atau masyarakat setempat menyebutnya Belitong, diambil dari nama sejenis siput laut. Dulunya dikenal sebagai Billiton adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra.

Diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata. Pulau ini terkenal dengan lada putih (piper sp) yang dalam bahasa setempat disebut sahang dan bahan tambang tipe galian C seperti timah putih (stannuum), pasir kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit. 

Sesungguhnya, pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812) sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda, bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian Kota New York). 

Pulau Belitung nan indah terbagi menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Belitung beribu kota di Tanjung Pandan dan Belitung Timur beribu kota Manggar. Penduduknya terutama adalah suku Melayu yang bertutur dengan dialek Belitung serta keturunan Cina Hokkien dan Hakka.

Di luar itu, ada etnis-etnis lain dari nusantara. Multietnis ada di Belitung, maka seperti ungkapan pendatang Belanda yang pertama kali ke pulau itu, bagai ‘Karibia dari Timur’.

Secara geografis, di sebelah utara dibatasi oleh Laut Cina Selatan, sebelah timur berbatasan dengan selat Karimata, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Gaspar. Di sekitar pulau ini terdapat pulau-pulau kecil, seperti Pulau Mendanau, Kalimambang, Gresik, dan Seliu.

Kepulauan ini mengalami beberapa pemerintahan raja-raja, antara lain, Kerajaan Sriwijaya pada abad ketujuh maupun Kerajaan Majapahit pada abad ke-12. Baru pada abad ke-15, Belitung mendapat hak-hak pemerintahannya, tapi setelah itu kembali diperintah oleh Cakradiningrat II dari Palembang.

Sejak abad ke-15 di Belitung telah berdiri sebuah kerajaan, yaitu Kerajaan Badau dengan Datuk Mayang Geresik sebagai raja pertama. Pusat pemerintahannya terletak di sekitar daerah Pelulusan sekarang ini. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah Badau, Ibul, Bange, Bentaian, Simpang Tiga, hingga ke Buding, Manggar, dan Gantung. 

Kerajaan kedua adalah Kerajaan Balok. Raja pertamanya berasal dari keturunan bangsawan Jawa dari Kerajaan Mataram Islam bernama Kiai Agus atau Ki Agus (KA) Masud atau KA Gedeh Ja'kub, yang bergelar Depati Cakraningrat I dan memerintah dari tahun 1618-1661. Terakhir pada 1700, KA Bustam sebagai Depati Cakraningrat IV. Di situlah agama Islam mulai tersebar di Pulau Belitung.

Kerajaan ketiga adalah Kerajaan Belantu, yang merupakan bagian wilayah Ngabehi Kerajaan Balok. Rajanya yang pertama adalah Datuk Ahmad (1705-1741), yang bergelar Datuk Mempawah.

Sedangkan, rajanya yang terakhir bernama KA Umar. Kerajaan keempat atau yang terakhir yang pernah berdiri adalah Kerajaan Buding, yang merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Balok. Rajanya bernama Datuk Kemiring Wali Raib. 

Berdasarkan penyerahan Tuntang pada 18 September 1821, Pulau Belitung masuk dalam wilayah kekuasaan Inggris. Secara de facto terjadi pada 20 Mei 1812.

Kemudian, berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Kerajaan Inggris tanggal 17 April 1817, Inggris menyerahkan Belitung kepada Kerajaan Belanda. Selanjutnya atas nama Baginda Ratu Belanda, ditunjuk seorang asisten residen untuk menjalankan pemerintahan di Pulau Belitung. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement