REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usia pasien masih menjadi faktor paling menentukan dalam keberhasilan program bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF). Seiring bertambahnya usia, kualitas dan jumlah sel telur perempuan akan menurun, sehingga peluang keberhasilan kehamilan pun ikut berkurang.
Spesialis Obstetri dan Ginekologi Subspesialis Fertilitas, Endokrinologi, dan Reproduksi Brawijaya Hospital Antasari, dr. Lucky Satria, Sp.OG, Subsp. FER., menyampaikan bahwa peluang keberhasilan IVF tertinggi umumnya dimiliki pasien usia lebih muda. Sebaliknya, pada usia di atas 45 tahun, tingkat keberhasilan program ini tercatat sangat rendah.
“Semakin muda usia pasien, peluang keberhasilan IVF semakin tinggi karena kualitas sel telur masih optimal. Di atas usia 45 tahun, tingkat keberhasilannya hanya sekitar 5 persen,” kata dr. Lucky dalam acara Comprehensive Obgyn Services yang digelar Brawijaya Hospital Antasari, Jakarta.
Meski demikian, dr. Lucky menegaskan bahwa usia bukan satu-satunya faktor yang diperhitungkan. Pendekatan komprehensif tetap diperlukan, mulai dari evaluasi kondisi reproduksi, perbaikan gaya hidup, pola makan, hingga manajemen stres sebelum menjalani program IVF.
Dalam acara tersebut, Brawijaya Hospital Antasari juga mengulas peran teknik bedah laparoskopi sebagai bagian penting dalam meningkatkan peluang keberhasilan IVF, khususnya pada pasien dengan gangguan ginekologi tertentu. Laparoskopi merupakan teknik bedah minimal invasif yang kini menjadi standar modern dalam penanganan berbagai kelainan organ reproduksi perempuan.
“Laparoskopi dilakukan dengan sayatan sangat kecil, sekitar satu sentimeter. Trauma jaringan minimal, nyeri pascaoperasi lebih ringan, dan proses pemulihan pasien jauh lebih cepat,” ujar dr. Lucky.
Ia menjelaskan, laparoskopi kerap dibutuhkan untuk menangani kondisi seperti gangguan saluran tuba, endometriosis, maupun kelainan lain yang dapat menurunkan peluang implantasi embrio pada program IVF. Pada kasus tertentu, tindakan bedah perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum pasien menjalani prosedur bayi tabung.
“Misalnya pada pembengkakan atau penyumbatan saluran tuba, kondisi tersebut perlu ditangani lebih dulu agar peluang keberhasilan IVF meningkat,” katanya.
Brawijaya Hospital Antasari juga disebut telah mampu menangani kasus bedah laparoskopi tingkat lanjut dan kompleks, termasuk endometriosis berat yang melibatkan organ di luar rahim seperti usus dan saluran kemih. Penanganan dilakukan secara multidisiplin dalam satu tindakan operasi, melibatkan dokter kandungan, bedah digestif, hingga urologi.
Keunggulan lain dari teknik laparoskopi adalah masa pemulihan yang relatif singkat. Pasien umumnya dapat pulang dalam waktu dua hingga tiga hari setelah operasi.
Secara keseluruhan, Brawijaya Hospital Antasari mencatat tingkat keberhasilan IVF di kisaran 50 persen. Capaian tersebut didukung oleh kesiapan fasilitas, teknologi medis yang memadai, serta pendekatan tim medis yang menyeluruh, termasuk evaluasi faktor kesuburan dari pihak pria.
“Kunci keberhasilan IVF ada pada kerja tim dan penanganan menyeluruh, bukan hanya berfokus pada pasien perempuan,” pungkas dr. Lucky.