Sabtu 25 Oct 2025 10:19 WIB

Air Hujan Jakarta Tercemar Mikroplastik, Begini Cara Mengatasinya Menurut Pakar

Mikroplastik memiliki massa sangat ringan sehingga mudah terangkat ke atmosfer.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Pengendara melintas di Jalan Sudirman saat hujan di Jakarta, Senin (28/7/2025). Penemuan mikroplastik dalam air hujan di Jakarta menimbulkan kekhawatiran baru terkait pencemaran lingkungan perkotaan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengendara melintas di Jalan Sudirman saat hujan di Jakarta, Senin (28/7/2025). Penemuan mikroplastik dalam air hujan di Jakarta menimbulkan kekhawatiran baru terkait pencemaran lingkungan perkotaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penemuan mikroplastik dalam air hujan di Jakarta menimbulkan kekhawatiran baru terkait pencemaran lingkungan perkotaan. Fenomena ini menjadi peringatan tentang bagaimana polusi plastik dapat tersebar lebih luas dari yang diduga.

Pakar Pencemaran dan Ekotoksikologi IPB University, Prof Etty Riani, menjelaskan bahwa fenomena ini secara ilmiah memang sangat mungkin terjadi. Menurutnya, mikroplastik dan nanoplastik memiliki massa sangat ringan sehingga mudah terangkat ke atmosfer.

Baca Juga

"Mikroplastik bisa berasal dari berbagai sumber di darat seperti gesekan ban mobil, pelapukan sampah plastik yang kering dan terbawa angin, hingga serat pakaian berbahan sintetis," kata Prof Etty dalam keterangan tertulis, dikutip pada Sabtu (25/10/2025).

Partikel mikroplastik yang berada di udara dapat terbawa arus angin dan akhirnya turun kembali ke bumi bersama hujan. "Hujan berperan seperti pencuci udara. Mikroplastik menyatu dengan tetesan air hujan, sehingga tampak seolah-olah air hujan bersih," kata dia.

Selain aktivitas manusia, faktor lingkungan seperti suhu tinggi dan udara kering turut mempercepat pelapukan plastik. Kondisi ini memudahkan partikel halus beterbangan ke atmosfer dan tersebar luas.

"Tingginya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi akar masalah. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, manusia tidak lepas dari plastik. Akhirnya, plastik akan terurai menjadi mikroplastik dan nanoplastik," kata dia.

Karenanya ia mendorong pemerintah untuk merancang kebijakan yang lebih berkelanjutan, begitupun masyarakat mulai mengubah gaya hidup menjadi lebih ramah lingkungan. Misalnya dengan mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah dari rumah, dan menghindari produk perawatan tubuh yang mengandung mikroplastik.

Selain itu, penerapan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dan pemberian sanksi bagi pihak yang tidak mendukung kebijakan pengurangan plastik juga dinilai penting. Hal ini diharapkan dapat menekan jumlah mikroplastik di lingkungan perkotaan.

"Plastik bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga kesehatan. Beberapa bahan aditif berbahaya di dalamnya dapat memicu gangguan hormonal dan meningkatkan risiko kanker," kata dia.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by ESG Now (@esg.now)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement