Senin 29 Sep 2025 19:56 WIB

Kemenkes Temukan 600 Ribu Kasus TBC, 14 Persen Diderita Anak-Anak

Sebanyak 86.516 kasus TBC per 27 September merupakan anak-anak.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Petugas kesehatan membantu seorang anak untuk melakukan rontgen saat pelaksanaan skrining Tuberculosis (TBC) gratis di RPTRA Gondangdia, Jakarta, Selasa (12/8/2025). Layanan skrining TBC tersebut digelar secara gratis oleh Puskesmas Menteng DKI Jakarta dengan target sebanyak 100 orang yang bertujuan untuk deteksi dini sebagai upaya mencegah penularan penyakit TBC serta mengetahui kesehatan warga.
Foto: Republika/Prayogi
Petugas kesehatan membantu seorang anak untuk melakukan rontgen saat pelaksanaan skrining Tuberculosis (TBC) gratis di RPTRA Gondangdia, Jakarta, Selasa (12/8/2025). Layanan skrining TBC tersebut digelar secara gratis oleh Puskesmas Menteng DKI Jakarta dengan target sebanyak 100 orang yang bertujuan untuk deteksi dini sebagai upaya mencegah penularan penyakit TBC serta mengetahui kesehatan warga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan 600.698 orang atau 55 persen kasus tuberkulosis (TBC) per 27 September 2025 dari target deteksi sebesar 1.090.000 pada 2025. Plt Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes Murti Utami mengatakan seharusnya pada September sebanyak 70 persen kasus TBC dideteksi.

Adapun dari sekitar 600 ribu kasus itu, katanya, sebanyak 86.516 atau 14 persen diderita anak-anak, sedangkan sebanyak 514.182 atau 86 persen kasus diderita orang dewasa. "Untuk pengobatan terapeutik, kita sudah juga sudah mampu melakukan pengobatan di 90 persen temuan kita. Sudah kita coba obati, namun yang 10 persen ini memang kita lost contact, artinya mereka pada saat pemeriksaan tidak kembali lagi untuk mendapatkan pengobatan," kata Murti.

Baca Juga

Adapun untuk inisiasi pengobatan TBC resisten obat, kata dia, targetnya adalah 95 persen, namun saat ini mencapai sekitar 75 persen. Sementara itu untuk keberhasilan pengobatan TBC sensitif obat, pihaknya mencapai 80 persen dari target 90 persen, sementara pada kasus TBC resisten obat baru tercapai 58 persen cari target 80 persen.

"Ada obat pencegahan, jadi untuk kontak erat biasanya kami langsung memberikan obat Terapi Pencegahan TBC (TPT) dan saat ini memang sangat kecil, baru 136.934 orang," katanya.

Dia membandingkan dengan capaian tahun 2024, dimana dari target notifikasi tercapai sebesar 78 persen dari target 90 persen dan kasus yang diobati mencapai 92 persen dari target 95 persen. "Insya Allah tahun 2025 kami punya target mudah-mudahan bisa dicapai di akhir tahun sebesar 981 ribu penduduk," kata dia.

Pihaknya menggencarkan sejumlah upaya eliminasi TBC, seperti melakukan sosialisasi dan advokasi guna mengintegrasikan skrining TBC dengan Program Cek Kesehatan Gratis (CKG), mengingat CKG tidak hanya di puskesmas, namun juga di komunitas, sekolah, pesantren, dan tempat-tempat lainnya. "Dan selain itu program TBC ini di CKG, kita melakukan active case finding yang terintegrasi dengan pemberian TPT. Ini paling banyak kita lakukan, terutama di rutan lapas," kata dia.

Kemenkes juga melakukan pre-pilot One Stop Service (OSS) untuk mencegah hilang kontak pengobatan. Dalam inisiatif itu, setelah dilakukan skrining, apabila hasilnya positif, maka langsung diberikan obat dan tidak perlu menunggu esoknya.

Pihaknya juga melibatkan kader-kader dalam Kelurahan Siaga TBC. Saat ini terdapat 1.834 desa dan kelurahan dari 21 provinsi yang berkomitmen mencegah dan menanggulangi TBC secara mandiri. Kemudian, katanya, pemantauan bersama pemerintah pusat dan daerah tiap pekannya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ameera Network (@ameeranetwork)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement