REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Polusi udara akibat asap knalpot diperkirakan menyebabkan lebih dari 1.800 kematian dini setiap tahunnya di Australia, menurut studi terbaru yang dirilis oleh University of Tasmania. Angka tersebut melampaui jumlah korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas di negara itu yang tercatat sekitar 1.300 orang pada 2024.
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Environmental Research ini merupakan studi pertama yang secara khusus menilai dampak kesehatan dari polusi udara yang berasal dari lalu lintas atau traffic-related air pollution (TRAP) di Australia. "Polusi lalu lintas adalah sumber tunggal paling signifikan dari polusi udara," kata Profesor Fay Johnston, Direktur Centre for Clean Air dan salah satu penulis studi, dilansir laman ABC, Sabtu (23/8/2025).
Studi menyebutkan mobil bertanggung jawab atas sekitar 50 persen dari total kematian dini akibat polusi udara. Partikel halus (PM) dan nitrogen dioksida dari emisi knalpot, serta keausan ban dan rem, menjadi penyebab utama gangguan kesehatan.
Paparan terhadap polusi ini diketahui dapat memicu peradangan, memperburuk penyakit jantung dan paru-paru, serta meningkatkan risiko diabetes dan asma. Menurut para peneliti, jumlah 1.800 kematian per tahun adalah estimasi konservatif. Jika digunakan metode perhitungan dari studi di Selandia Baru, angka kematian bisa lebih dari 8.000 jiwa.
"Ini menunjukkan betapa sulitnya mengukur dampak polusi terhadap kematian secara populasi," ujar Johnston.
New South Wales, Victoria, dan Queensland menjadi wilayah dengan jumlah kematian tertinggi akibat polusi lalu lintas, terutama karena padatnya populasi di kota-kota besar seperti Sydney dan Melbourne. "Semakin banyak orang yang tinggal di kota besar, semakin tinggi pula risiko terpapar polusi," kata Johnston.
Studi ini menggunakan data kualitas udara tahun 2015 yang dipadukan dengan pemetaan populasi serta data epidemiologi global untuk menghitung jumlah kematian dini. Para peneliti menyerukan transisi cepat ke kendaraan listrik serta peningkatan moda transportasi publik dan aktif seperti bersepeda atau berjalan kaki. "Jika kita serius ingin menekan angka kematian akibat penyakit kronis, maka mengurangi polusi lalu lintas harus jadi prioritas," kata Johnston.
Sementara itu, Dokter Vicki Kotsirilos dari Doctors for the Environment Australia menyarankan pemerintah menggelar kampanye publik mengenai bahaya polusi kendaraan, seperti halnya kampanye bahaya merokok. "Banyak orang tua tidak tahu bahwa membiarkan mesin mobil menyala di depan sekolah atau tempat penitipan anak bisa meningkatkan risiko asma pada anak-anak," ujar dia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakan bahwa tidak ada tingkat aman untuk paparan polusi udara, termasuk polusi dari lalu lintas.