Selasa 22 Jul 2025 19:50 WIB

BPOM Buka Suara Kasus Blackmores di Australia Diduga Picu Keracunan

BPOM menyatakan produk itu hanya dipasarkan secara eksklusif di Australia.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Suplemen (ILUSTRASI).
Foto: www.freepik.com
Suplemen (ILUSTRASI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan suplemen ternama asal Australia, Blackmores, menghadapi potensi gugatan hukum terkait kandungan vitamin B6 yang diduga berlebihan dalam Blackmores Super Magnesium+. Produk tersebut dilaporkan menyebabkan efek samping serius bagi sejumlah konsumen di Australia.

Dominic Noonan-O'Keeffe, warga Australia yang menjadi penggugat utama, mengeklaim mengalami gejala berat seperti kelelahan, sakit kepala, kejang otot, jantung berdebar, hingga mati rasa setelah mengonsumsi produk tersebut sejak Mei 2023. la kemudian didiagnosis menderita neuropati akibat kelebihan vitamin B6.

Baca Juga

Meski telah menghentikan konsumsi produk itu sejak awal 2024, Noonan-O'Keeffe mengaku masih merasakan nyeri saraf setiap hari. Firma hukum Polaris Lawyers yang mewakili Noonan-O'Keeffe menyebut bahwa produk Blackmores Super Magnesium+ mengandung vitamin B6 hingga 29 kali lipat dari batas asupan harian yang direkomendasikan.

"Sangat mengkhawatirkan ketika kita berjalan di lorong vitamin di apotek mana pun di Australia dan melihat suplemen yang mengandung kadar vitamin B6 jauh melebihi batas asupan harian yang direkomendasikan," kata pendiri firma hukum, Nick Man, seperti dilansir laman Newscom Au pada Selasa (22/7/2025).

Lantas bagaimana di Indonesia?

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia menegaskan produk Blackmores Super Magnesium+ tidak terdaftar dan tidak memiliki izin edar di Indonesia. Dalam pernyataan resminya, BPOM menyatakan produk itu hanya dipasarkan secara eksklusif di Australia.

Akan tetapi, BPOM menemukan adanya penjualan daring produk tersebut di sejumlah platform e-commerce dalam negeri. BPOM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), serta pihak marketplace untuk melakukan penurunan atau takedown dan memasukkan produk tersebut ke dalam daftar negatif.

"Bagi pelaku usaha yang mengedarkan produk tanpa izin edar dapat dikenai sanksi pidana sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman penjara hingga 12 tahun atau denda maksimal Rp5 miliar," demikian pernyataan ВРОМ.

BPOM juga menegaskan komitmennya dalam melakukan pengawasan ketat terhadap peredaran suplemen kesehatan, baik sebelum maupun setelah produk beredar di pasaran, demi menjamin keamanan, khasiat, dan mutu produk. Badan tersebut mengimbau masyarakat untuk selalu melakukan pengecekan melalui metode Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) serta menghindari konsumsi produk tanpa izin edar.

"Jika menemukan atau mengalami efek samping dari suplemen kesehatan, masyarakat dapat melapor melalui HALOBPOM 1500533. Kami juga membuka jalur pelaporan bagi masyarakat yang mengetahui adanya peredaran ilegal suplemen kesehatan yang mengandung bahan berbahaya atau tidak memenuhi ketentuan hukum," kata BPOM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement