Jumat 18 Jul 2025 10:25 WIB

Kecemasan Iklim Semakin Menghantui Anak Muda, Bahkan Sejak Balita

Remaja mengaku takut punya anak karena masa depan bumi yang tak pasti.

Lebih dari 50 persen remaja kerap merasa tidak didengarkan saat berbicara tentang kecemasan iklim.
Foto: www.freepik.com
Lebih dari 50 persen remaja kerap merasa tidak didengarkan saat berbicara tentang kecemasan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan iklim kini tak hanya berdampak pada lingkungan, komunitas, dan ekonomi, tapi juga menyerang kesehatan mental terutama generasi muda. Istilah seperti eco-anxiety, eco-distress, dan eco-grief muncul untuk menggambarkan gejala seperti depresi, kecemasan, bahkan PTSD, akibat mengalami bencana cuaca ekstrem atau sekadar hidup di dunia yang makin panas.

Dikutip dari Time, Jumat (18/7/2025), penelitian terbaru menunjukkan kelompok usia di bawah 25 tahun adalah yang paling terdampak. Bahkan anak usia tiga tahun bisa menunjukkan kecemasan lingkungan, seperti menangis di TikTok karena hewan favoritnya mati akibat bencana iklim.

Baca Juga

Dalam studi April 2025 dari Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) terhadap 3.000 remaja AS usia 16–24, satu dari lima responden mengaku takut punya anak karena masa depan bumi yang tak pasti. Angka ini melonjak jadi 30 persen jika mereka pernah mengalami bencana iklim secara langsung.

Sementara itu, studi global The Lancet tahun 2021 pada 10.000 anak muda dari 10 negara menyebutkan:

- 60 persen sangat atau ekstrem khawatir soal perubahan iklim.

- 75 persen merasa masa depan menakutkan.

- 83 persen percaya generasi tua telah gagal menjaga planet.

- 45 persen mengatakan kecemasan ini mengganggu fungsi harian mereka.

Efek dari kecemasan ke depresi...

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ameera Network (@ameeranetwork)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement