REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) kerap dianggap sebagai syarat wajib bagi anak sebelum masuk sekolah dasar. Padahal, menurut pakar pendidikan anak usia dini, anggapan tersebut keliru dan justru bisa menghambat perkembangan anak.
Praktisi PAUD sekaligus kepala sekolah TK Kirana Jagakarsa, Dian Hartiningsih, mengatakan kesiapan anak masuk SD seharusnya tidak diukur dari kemampuan calistung, namun pada kematangan berbagai aspek perkembangan dasar. "Calistung berada di puncak piramida belajar. Untuk bisa sampai ke sana, anak perlu matang dulu secara fisik, sensorik, emosi, dan bahasa," kata Dian saat diwawancara di kantor Republika.co.id, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (11/7/2025).
Dari sisi fisik dan motorik, jelas Dian, anak diharapkan mampu menggerakkan tubuh secara terkoordinasi seperti berlari, melompat, mendorong benda, bermain ayunan, hingga mengayuh sepeda. Ini menunjukkan perkembangan kontrol tubuh dan keseimbangan yang penting sebagai bekal aktivitas belajar di SD.
Selain itu, perkembangan sensorik juga tidak kalah penting. Anak perlu nyaman dalam merasakan berbagai tekstur benda, mampu membedakan suara yang berbeda, serta peka terhadap rangsangan visual dan rasa. Kemampuan ini merupakan bagian dari sistem sensorik yang mendukung proses belajar.
"Lalu pada aspek bahasa, anak diharapkan memiliki perbendaharaan kata yang cukup, terbiasa mendengar cerita, dan mampu menceritakan kembali. Mereka juga mulai mengenali simbol-simbol di sekitar, seperti tulisan di kebun binatang atau penanda toilet laki-laki dan perempuan," kata Dian.
Kesiapan perkembangan sosial emosional anak juga perlu diperhatikan. Ini meliputi kemampuan mengenali dan mengungkapkan berbagai perasaan seperti marah, sedih, takut, atau terkejut. "Ketika anak bisa mengatakan apa yang ia rasakan, itu menunjukkan kematangan emosional. Ini penting untuk beradaptasi dan belajar di lingkungan baru," kata Dian.
la mengatakan penguatan di area perkembangan dasar inilah yang seharusnya menjadi fokus utama pada anak usia dini, bukan mengejar kemampuan akademik seperti calistung. Menurutnya, calistung baru dapat diajarkan setelah anak menunjukkan kesiapan pada berbagai aspek tersebut.
"Fokuskan pada penguatan fondasi anak, bukan sekadar mengejar ia bisa baca, tulis, dan hitung," kata dia.