Jumat 04 Jul 2025 15:19 WIB

Gen Z yang Putuskan Childfree: Alasan Rasional atau Ikut-ikutan Tren?

"Generasi Z itu cerdas, mereka cenderung berpikir realistis".

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Ilustrasi childfree. Keputusan generasi muda untuk childfree atau tidak memiliki anak sering kali disalahartikan sebagai ikut-ikutan tren semata.
Foto: Republika/Daan Yahya
Ilustrasi childfree. Keputusan generasi muda untuk childfree atau tidak memiliki anak sering kali disalahartikan sebagai ikut-ikutan tren semata.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan sebagian generasi muda untuk childfree atau tidak memiliki anak sering kali disalahartikan sebagai ikut-ikutan tren semata. Namun, menurut pakar keluarga dr Yulina Eva Riany, keputusan menunda anak atau bahkan tidak memiliki anak banyak didorong oleh alasan rasional seperti ketidakstabilan ekonomi hingga minimnya dukungan terhadap keluarga dari pemerintah.

"Banyak yang masih memberi stigma negatif pada pasangan yang menunda atau memilih tidak punya anak. Padahal, alasan mereka umumnya sangat realistis seperti kondisi ekonomi yang sulit, pekerjaan yang tidak pasti, dan minimnya dukungan terhadap keluarga baru dari pemerintah," kata Yulina saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (4/7/2025).

Baca Juga

Kepala Pusat Kajian Gender dan Anak IPB University tersebut juga mengungkapkan bahwa generasi Z adalah generasi yang kritis dan cenderung tidak ingin menjalani hidup berdasarkan tekanan sosial. Salah satu contohnya, banyak dari mereka yang memilih menggelar pernikahan sederhana karena menyadari pentingnya pengelolaan keuangan untuk masa depan.

"Generasi Z itu cerdas, mereka cenderung berpikir realistis, makanya banyak yang menikah di KUA, tidak ada seremonial besar-besaran. Karena mereka sadar bahwa kehidupan yang dijalani setelah pernikahan jauh lebih penting. Prinsip yang sama mereka terapkan pada keputusan menunda punya anak," kata dia.

Yulina menambahkan, banyak juga dari mereka bukan menolak ide memiliki anak, tetapi memilih menunggu hingga kondisi finansial dan psikologis benar-benar stabil. Generasi Z sadar bahwa membesarkan anak memerlukan biaya besar, mulai dari kebutuhan dasar bayi hingga biaya persalinan yang cukup mahal.

"Saya suka tuh melihat video-video dari generasi Z di medsos yang bilang punya anak itu enggak murah. Mereka tuh bahkan kalkulasiin biaya kehamilan, lahiran sampai membesarkan anak, memang biayanya tinggi. Dan faktanya memang tidak murah," kata Yulina.

Tidak hanya masalah ekonomi, meningkatnya keinginan perempuan untuk aktif di ranah publik juga menjadi salah satu alasan generasi muda menunda kehamilan atau bahkan childfree. Terlebih saat ini, infrastruktur dan kebijakan yang mendukung ibu bekerja masih terbatas.

"Fasilitas childcare yang terlisensi masih terbatas, cuti melahirkan yang pendek, serta kurangnya perlindungan dan insentif bagi ibu bekerja menjadi pertimbangan tersendiri. Jadi wajar jika banyak perempuan memilih menunda memiliki anak atau fokus dulu pada karier," ungkap Yuli.

Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat dan pemerintah untuk tidak serta-merta memberikan stigma negatif terhadap pilihan ini. Menurutnya, pemerintah juga perlu memahami alasan di balik keputusan tersebut dan mulai mencari solusi jangka panjang.

"Daripada menyalahkan generasi muda karena dianggap hanya ikut-ikutan tren, sebaiknya kita kaji dulu akar permasalahannya. Pemerintah juga harus hadir dengan kebijakan dan dukungan konkret agar pasangan muda merasa aman dan siap membangun keluarga," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement