REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernah merasa tersentuh hingga menitikkan air mata saat mendengarkan lagu tertentu? Ha ini ternyata bukan hanya pengalaman pribadi semata. Sebuah studi terbaru mengungkap bahwa menangis karena musik ternyata mencerminkan sisi mendalam dari kepribadian seseorang.
Penelitian tersebut dilakukan oleh tiga psikolog yakni Katherine Cotter dan Paul Silvia dari University of North Carolina, serta Kirill Fayn dari University of Sydney. Mereka melibatkan 892 orang dewasa dan menemukan bahwa hampir 90 persen responden pernah merasa ingin menangis atau benar-benar menangis saat mendengarkan musik. Para peserta kemudian diminta mengidentifikasi emosi utama yang mereka rasakan saat itu dari 16 jenis emosi yang disediakan.
Hasilnya, respons emosional terbagi jelas menjadi dua kelompok utama: kesedihan dan kekaguman. Sekitar 63 persen peserta mengaku menangis karena merasa sedih, sementara 36,7 persen lainnya merasa terharu karena merasakan kekaguman yang mendalam terhadap musik yang mereka dengar. Dua emosi ini sangat berbeda, namun sama-sama cukup kuat untuk memicu air mata.
Peneliti juga mengaitkan respons tersebut dengan lima dimensi kepribadian manusia yaitu neurotisisme, ekstroversi, keterbukaan terhadap pengalaman, keramahan, dan kehati-hatian. Mereka menemukan bahwa orang dengan skor tinggi pada neurotisisme, biasanya lebih rentan secara emosional, cenderung menangis karena sedih. Sebaliknya, orang dengan tingkat keterbukaan tinggi lebih sering menangis karena merasa kagum oleh keindahan atau kekuatan artistik dalam musik.
Menanggapi studi ini, Ilmuwan saraf R Douglas Fields, mengatakan ia termasuk dalam kelompok yang menangis karena merasa kagum, seperti saat mendengarkan lagu "Somewhere Over the Rainbow" versi Eva Cassidy. "Saat melihat dan mendengarkan penampilan Eva Cassidy, itu membangkitkan rasa kagum saya akan kemampuan manusia," kata dia seperti dikutip dari Psychology Today, Kamis (19/6/2025).
Namun, Fields juga menyoroti bahwa emosi manusia sangat kompleks dan tidak selalu dapat dikelompokkan dengan rapi ke dalam satu kategori. la mengisahkan pengalamannya saat menyaksikan Pete Seeger menyanyikan lagu "We Shall Overcome". la merasa sedih mengingat sejarah panjang ketidakadilan sosial di Amerika, namun juga kagum dengan keberanian Seeger menyuarakan perdamaian hanya dengan sebuah banjo dan suara.
Fields juga mengkritisi studi ini. Menurutnya, sampel penelitian yang didominasi oleh mahasiswa dan 70 persen perempuan bisa menimbulkan bias. Selain itu, penelitian ini mengandalkan ingatan subjektif partisipan mengenai momen saat mereka merasa tersentuh oleh musik, yang berpotensi tidak akurat.
Meski begitu, ia tetap menganggap studi ini sebagai langkah awal yang penting dalam memahami peran musik dalam dinamika emosi manusia. Menurut dia, di tengah dunia yang penuh gejolak, kekuatan musik mengingatkan bahwa keindahan, empati, dan kemanusiaan masih punya tempat di antara hiruk-pikuk peradaban modern.
"Sebagai seorang ilmuwan, saya melihat kekerasan dan persaingan di mana-mana dalam alam. Tapi mungkin, yang dunia butuhkan sekarang bukan lebih banyak senjata, melainkan lebih banyak lagu, dan lebih banyak musik," kata dia.