REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hepatitis atau peradangan hati, yang dikenal sebagai ‘sakit kuning’, masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat di Indonesia. Rendahnya pemahaman terhadap bahaya penyakit ini tercermin dari masih adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis A, khususnya di lingkungan sekolah.
“Minimnya kesadaran akan pentingnya vaksinasi hepatitis B menjadi salah satu tantangan utama dalam upaya pencegahan,” kata Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Siloam Kebon Jeruk, Steven Zulkifly, Sabtu (3/5/2025).
Menurut dia, karena sifatnya yang sering tanpa gejala di tahap awal, hepatitis B dan C kerap baru terdeteksi setelah muncul komplikasi serius seperti pengerasan hati atau bahkan berkembang menjadi kanker hati.
“Hepatitis adalah kondisi peradangan pada organ hati. Peradangan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius,” kata dia.
Salah satu penyebab paling umum adalah infeksi virus, dengan jenis yang paling sering ditemui meliputi virus hepatitis A, B, dan C. Masing-masing jenis virus ini memiliki cara penularan dan tingkat keparahan yang berbeda-beda.
“Sehingga penting untuk memahami penyebab dan karakteristiknya guna melakukan pencegahan serta penanganan yang tepat,” tutur dia.
Steven menerangkan, hampir sama dengan infeksi virus pada umumnya, gejala hepatitis A berupa demam, meriang, sakit kepala, nafsu makan menurun dan muntah. Bedanya, hepatitis A dapat disertai kondisi kuning yang biasanya bersifat akut.
“Sedangkan hepatitis B dan C sangat sulit dideteksi. Gejala-gejala baru muncul jika sudah terjadi komplikasi,” jelas dia.
Untuk penyebab, secara umum dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu hepatitis yang disebabkan oleh infeksi dan hepatitis non-infeksi. Hepatitis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses peradangan pada hati.
“Penyebabnya berupa infeksi dan non infeksi. Virus hepatitis A, B, C, D, hingga E adalah penyebab infeksi yang paling sering. Ada pula cytomegalovirus dan virus herpes. Cacing hati juga bisa menyebabkan hepatitis,” terang dia.
Meski begitu, hepatitis tidak selalu disebabkan oleh infeksi virus. Dalam sejumlah kasus, peradangan hati justru dipicu oleh faktor non-infeksi, seperti konsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu, penyakit autoimun, serta perlemakan hati.
“Konsumsi alkohol yang berlebihan, terutama dalam jangka panjang, dapat merusak sel-sel hati dan menyebabkan peradangan. Sebab itu, disarankan untuk membatasi jumlah dan frekuensi konsumsi alkohol secara ketat,” kata dia.
Hepatitis yang disebabkan oleh obat-obatan juga perlu menjadi perhatian. Penggunaan obat dalam jangka panjang sebaiknya selalu berada di bawah pengawasan dokter.
“Dosis parasetamol yang berlebihan, misalnya, bisa membuat Anda terkena hepatitis. Konsultasi sebelum memulai pengobatan sangat penting untuk mengurangi risiko gangguan fungsi hati,” kata dia.