Kamis 10 Apr 2025 20:02 WIB

Agensi K-Pop SM Entertainment Kehilangan Banyak Idol, Ada Apa?

Kepemimpinan Lee Soo-man pada masa lalu dinilai punya peran krusial di SM.

Rep: Mgrol156/ Red: Qommarria Rostanti
Red Velvet. Dua anggota Red Velvet yakni Wendy dan Yeri belum lama ini memutuskan hengkang dari SM Entertainment.
Foto: EPA
Red Velvet. Dua anggota Red Velvet yakni Wendy dan Yeri belum lama ini memutuskan hengkang dari SM Entertainment.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri hiburan K-pop, yang dikenal dengan sistem manajemen artis yang terstruktur dan terpusat, kini tengah menyaksikan perubahan lanskap yang signifikan. SM Entertainment, sebuah agensi yang dulunya dianggap sebagai pionir dan tolok ukur dalam manajemen K-pop, kini menghadapi tantangan serius dalam mempertahankan loyalitas para artis seniornya.

Selama beberapa dekade, SM Entertainment berhasil mendominasi kancah musik Korea Selatan dengan melahirkan grup-grup idola papan atas yang menjadi ikon global. Agensi ini telah lama menjadi rumah bagi bintang-bintang besar yang membentuk gelombang Hallyu, seperti TVXQ!, Super Junior, Girls' Generation, SHINee, EXO, dan Red Velvet. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sebuah tren yang mengkhawatirkan mulai mengemuka yaitu semakin banyak artis senior memilih untuk mengakhiri kontrak dengan agensi atau secara terbuka mengungkapkan ketidakpuasan terhadap cara kerja perusahaan.

Baca Juga

Dilansir laman Koreaboo pada Kamis (9/4/2025), meskipun SM Entertainment masih menaungi sejumlah nama besar dan berpengaruh seperti Taeyeon dari Girls' Generation, Irene dan Seulgi dari subunit Red Velvet, Kai dari EXO, Key dan Minho dari SHINee, serta duo legendaris TVXQ!, agensi ini juga harus menghadapi gelombang kepergian artis-artis yang telah lama bersama mereka dan peningkatan ketegangan internal yang terungkap ke publik. Baru-baru ini, penggemar dikejutkan dengan keputusan Wendy dan Yeri dari Red Velvet untuk meninggalkan SM Entertainment setelah lebih dari satu dekade berkarier di bawah naungan agensi tersebut. Kepergian dua anggota Red Velvet ini menambah daftar panjang artis senior yang memilih jalan lain, menimbulkan pertanyaan serius mengenai iklim kerja dan hubungan antara agensi dan para artisnya.

Beberapa pekan sebelum berita kepergian Wendy dan Yeri, industri K-pop juga dihebohkan dengan tuduhan dari agensi yang menangani aktivitas solo Xiumin EXO. Agensi tersebut secara terbuka menuduh SM Entertainment melakukan tekanan terhadap stasiun televisi KBS agar Xiumin tidak diizinkan tampil di program musik populer Music Bank, yang secara signifikan menghambat promosi debut solonya. Insiden ini semakin memperkuat citra SM Entertainment sebagai agensi yang mungkin kurang mendukung atau bahkan menghalangi aktivitas individu para artisnya di luar kerangka grup.

Rangkaian peristiwa ini, ditambah dengan berbagai pernyataan kekecewaan yang diungkapkan secara terbuka oleh artis-artis senior seperti Taeyeon Girls' Generation melalui platform media sosial penggemar Bubble semakin memperkuat kesan bahwa hubungan antara SM Entertainment dan sejumlah artis seniornya sedang berada dalam kondisi yang memburuk. Para pengamat industri hiburan Korea Selatan sepakat bahwa akar dari permasalahan ini terletak pada satu perubahan fundamental dalam struktur internal perusahaan yaitu hilangnya figur kepemimpinan yang kuat dan visioner sejak pendirinya, Lee Soo-man, tidak lagi terlibat secara langsung dalam manajemen operasional sehari-hari.

Seorang peneliti pascadoktoral yang mendalami industri K-pop, Stephanie Choi, memberikan pandangannya mengenai dampak hilangnya Lee Soo-man dari manajemen harian SM Entertainment. Menurutnya, kepemimpinan Lee Soo-man pada masa lalu memiliki peran krusial dalam membangun kepercayaan dan loyalitas para artis dan penggemar.

"Pada masa lalu, SM Entertainment dipimpin oleh Lee Soo-man, yang intuisinya yang kuat untuk produksi yang sukses telah mendapatkan kepercayaan dari para artis dan penggemar. Mereka mengikutinya karena mereka percaya pada visinya, dan hasilnya membuktikan bahwa mereka benar," kata dia.

Keberhasilan demi keberhasilan yang diraih oleh grup-grup di bawah naungan SM Entertainment di bawah kepemimpinan Lee Soo-man membangun reputasi agensi sebagai "pencetak bintang" yang handal. Namun, Choi mengamati bahwa setelah Lee Soo-man tidak lagi terlibat aktif, struktur kepemimpinan SM Entertainment mengalami perubahan signifikan yang berdampak pada cara perusahaan beroperasi dan berinteraksi dengan para artisnya.

Dia menilai, kini, agensi itu beroperasi di bawah "sistem pusat" - lebih seperti pabrik tanpa pemimpin bermerek. Beberapa pusat berkinerja baik, sementara yang lain tidak. Pusat-pusat ini dikelola oleh karyawan, dan dari sudut pandang para seniman, tidak ada lagi kepercayaan yang sama dalam proses pengambilan keputusan.

Peralihan ke sistem yang lebih terdesentralisasi ini, tanpa adanya figur sentral yang kuat dengan visi yang jelas dan dihormati, disinyalir telah menciptakan ketidakpastian dan kurangnya rasa percaya di antara para artis mengenai arah dan kualitas manajemen mereka. Kritikus musik terkemuka Korea Selatan, Kim Yoonha, sependapat dengan analisis Stephanie Choi bahwa perubahan dalam struktur kepemimpinan SM Entertainment telah menciptakan ketidakseimbangan dan potensi kurangnya perhatian terhadap kebutuhan individu para artis.

Ia mengamati bahwa meskipun merupakan hal yang wajar bagi artis senior yang telah berkarier lama untuk mulai mempertimbangkan jalur karier lain di luar agensi yang membesarkan mereka, absennya arahan yang terpusat dan terpercaya dari SM Entertainment kemungkinan telah mempercepat keputusan mereka untuk mencari agensi baru atau mendirikan agensi sendiri. "Ada banyak idola di SM yang telah terikat kontrak selama lebih dari 10 tahun. Hal itu tentu saja menimbulkan keinginan yang lebih kuat untuk otonomi. Artis seperti Xiumin atau Wendy, yang keluar atau mencari jalan lain, masing-masing telah bekerja di bawah perusahaan tersebut selama lebih dari satu dekade. Jika kasus-kasus ini melibatkan idola yang lebih muda yang baru beberapa tahun berkarier, hal itu mungkin dianggap tidak biasa, tetapi artis yang telah lama berkarier memiliki alasan yang kuat untuk menginginkan perubahan," jelas Kim Yoonha.

Pengalaman bertahun-tahun di industri dan kesuksesan yang telah diraih seringkali mendorong para artis senior untuk mencari kontrol yang lebih besar atas karier dan citra publik mereka. Lebih lanjut, Kim Yoonha secara spesifik menyoroti dampak signifikan dari ketidakhadiran Lee Soo-man dalam dinamika hubungan antara agensi dan artis.

"Namun, ketidakhadiran Lee Soo-man cukup signifikan. Dialah yang menemukan dan membina para seniman ini. Dan ada rasa frustasi yang semakin meningkat di sekitar sistem pusat. Tampaknya ada kesenjangan dalam perawatan seniman - rasa diabaikan. Baik Taeyeon maupun Wendy menyinggung hal ini di Bubble," kata dia.

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa hilangnya figur mentor dan pemimpin yang karismatik seperti Lee Soo-man telah meninggalkan kekosongan dalam hal dukungan emosional dan profesional bagi para artis, yang mungkin merasa kurang dihargai atau diabaikan di bawah sistem manajemen yang baru. Dalam menapaki langkah ke depan dan berupaya mengatasi gelombang kepergian artis, para pakar industri menyarankan agar SM Entertainment mengambil langkah proaktif untuk memulihkan kepercayaan para artisnya.

Langkah-langkah ini dapat mencakup menghadirkan kembali figur kepemimpinan yang lebih tegas, visioner, dan dihormati, yang mampu memberikan arahan yang jelas dan membangun kembali rasa percaya di antara para artis. Selain itu, agensi juga dinilai perlu mengadopsi pendekatan manajemen yang lebih personal dan responsif terhadap kebutuhan serta aspirasi individu para artis, terutama mereka yang telah berkontribusi besar bagi kesuksesan SM Entertainment selama bertahun-tahun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement