Sabtu 01 Feb 2025 12:27 WIB

Studi: ADHD Bisa Memperpendek Usia Hingga 11 Tahun

ADHD sering kali tidak terdiagnosis pada orang dewasa.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
ADHD. menyebutkan bahwa ADHD dapat memperpendek usia seseorang.
Foto: Flickr
ADHD. menyebutkan bahwa ADHD dapat memperpendek usia seseorang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebuah penelitian menyebutkan bahwa ADHD dapat memperpendek usia seseorang. ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder adalah istilah medis untuk gangguan mental berupa perilaku impulsif dan hiperaktif.

Para peneliti dari University College London menganalisis data kesehatan dari 30.029 orang dewasa di Inggris yang mengidap ADHD, dan membandingkannya dengan 300.390 partisipan yang tidak mengidap ADHD. Hasil penelitian menunjukkan laki-laki dengan ADHD memiliki harapan hidup lebih pendek sekitar 4,5 hingga 9 tahun, sementara perempuan dengan ADHD kehilangan 6,5 hingga 11 tahun usia mereka.

Baca Juga

Meskipun penelitian ini tidak secara langsung menyelidiki penyebab potensial dari penurunan harapan hidup, namun para peneliti memiliki beberapa teori. Profesor dari UCL, Josh Stott, mengatakan faktor utama yang berkontribusi adalah kurangnya dukungan terhadap kesehatan mental.

“Selain itu, perilaku berisiko dan kecanduan juga lebih sering terjadi pada orang dengan ADHD, sehingga dapat meningkatkan risiko bunuh diri serta masalah kesehatan lainnya,” demikian kata Josh Stott seperti dilansir dari Fox News, Sabtu (1/5/2025).

Ia juga menyoroti sistem masyarakat sering kali tidak ramah bagi individu dengan cara berpikir berbeda (neurodivergent), sehingga orang dengan ADHD mungkin mengalami kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan yang berdampak pada kualitas hidup mereka. Sementara itu, Ujjwal Ramtekkar, seorang psikiater dari LifeStance Health, tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan penelitian ini mengisi kesenjangan kritis dalam pemahaman tentang harapan hidup orang dewasa yang mengidap ADHD.

“Temuan penelitian ini mengonfirmasi apa yang telah lama kami duga dan memberikan gambaran yang lebih akurat tentang hasil kesehatan pada orang dewasa dengan ADHD,” ujar Ramtekkar.

Ramtekkar juga menyoroti bahwa ADHD sering kali tidak terdiagnosis pada orang dewasa, hanya sekitar satu dari sembilan kasus yang terdeteksi. “Ini berarti, yang kita lihat saat ini hanyalah puncak gunung es, dan masih banyak orang yang tidak mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan,” kata dia.

Temuan ini menunjukkan tingginya tingkat kecemasan, depresi, serta risiko bunuh diri pada orang dewasa dengan ADHD. Selain itu, terdapat hubungan dengan masalah kesehatan fisik seperti gangguan kardiovaskular.

Faktor gaya hidup seperti merokok, penggunaan zat adiktif, kurang tidur, serta perilaku berisiko yang menyebabkan kecelakaan juga berkontribusi terhadap peningkatan angka kematian. “Hal ini menunjukkan ADHD itu sendiri bukan penyebab kematian dini, tetapi efek dari gejala yang tidak ditangani dengan baik dan sebenarnya dapat dicegah,” kata Ramtekkar.

Untuk membantu mengurangi angka kematian terkait ADHD, Stott menekankan pentingnya sistem layanan yang lebih ramah bagi individu neurodivergent. Hal ini memerlukan pelatihan khusus dan penelitian lebih lanjut. Selain itu, dukungan keluarga dan orang terdekat juga memiliki peran penting dalam mengenali gejala ADHD sejak dini agar bisa ditangani.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement