REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Latiao, camilan asal China mendapat sorotan setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menarik dan menghentikan sementara peredarannya di Indonesia. BPOM menemukan indikasi kontaminasi bakteri Bacillus cereus dalam empat produk latiao.
Apa itu Latiao dan sejarahnya?
Merujuk laman The World of Chinese, latiao adalah salah satu camilan yang populer di China. Camilan berupa strip pedas berbahan dasar tepung yang digoreng ini pertama kali muncul pada 1990-an di Provinsi Hunan. Dulu, kemasan plastik camilan ini telah memenuhi rak-rak di supermarket, minimarket, bahkan kedai-kedai makanan pinggir jalan.
Latiao dikenal sebagai jajanan anak sekolah. Pada 2000-an, camilan ini dijual dengan harga yang ramah di kantong pelajar yakni 1 mao (0,1 yuan atau 10 fen) yang jika dirupiahkan hanya Rp 250.
Beberapa penjual masih membuat latiao secara manual, mencari nafkah dengan menjual semangkuk latiao kepada para pejalan kaki dengan harga beberapa yuan saja. Sementara itu, merek-merek terbesar dari latiao kemasan sekarang menjadi perusahaan bernilai miliaran yuan yang terdaftar di bursa saham.
Pada 2023, lebih dari 100 ribu ton latiao kemasan berhasil terjual, yang berkontribusi pada total nilai produksi sebesar 60 miliar yuan. Bahkan selama pandemi, ketika industri lain terguncang, bisnis latiao terus berkembang. Tumbuhnya bisnis latiao diprediksi karena harganya yang murah, ketersediaan yang luas, serta strategi pemasaran yang tepat sasaran dari pemimpin industri seperti Weilong.
Asal-usul latiao sendiri bermula dari 1998, ketika hujan lebat menyebabkan banjir terbesar di sepanjang Lembah Sungai Yangtze dalam setengah abad terakhir, demikian seperti dilansir The World of Chinese. Lebih dari 200 juta orang terkena dampaknya, dengan area seluas dua kali luas Belanda terendam dan 15 juta petani kehilangan hasil panen mereka.
Hunan adalah salah satu provinsi yang paling parah terkena dampaknya. Di tengah kekurangan pangan nasional dan meroketnya harga kedelai, tiga penduduk lokal yang paham bisnis di kota kecil Pingjiang mencari solusi atas ketergantungan industri makanan lokal pada tepung kedelai. Mereka menggantinya dengan tepung terigu yang lebih mudah didapat, yang kemudian menjadi bahan dasar latiao.
Inspirasi lainnya muncul ketika mereka mengunjungi pabrik mie beras di kota Changde, melihat mesin yang memeras mi yang panjang (tiao), dan menyimpulkan bahwa mesin tersebut dapat digunakan untuk membuat adonan gandum. Setelah potongan adonan gandum diproses, mereka menambahkan bumbu pedas (la), dan lahirlah latiao.