REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menarik dan menghentikan peredaran camilan asal China, latiao. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa camilan tersebut terkontaminasi bakteri Bacillus cereus, sehingga menyebabkan kejadian luar biasa keracunan pangan di tujuh wilayah Indonesia yakni Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, Pamekasan, dan Riau.
Bakteri Bacillus cereus merupakan jenis bakteri yang menghasilkan zat berbahaya atau toksin yang dapat menyebabkan sakit. Bakteri ini dapat tumbuh pada bahan pangan termasuk nasi, keju, pasta, kue kering, dan makanan dari tepung lainnya termasuk latiao.
Dokter spesialis penyakit dalam, Kasim Rasjidi, menjelaskan bakteri Bacillus cereus pada pangan perlu diwaspadai karena bisa menyebabkan keracunan. Seperti insiden keracunan makanan pada umumnya, penderita akan mengalami gejala awal seperti mual, muntah, diare, dan pusing. Dalam kasus yang parah bahkan bisa memicu sesak napas.
“Kalau muntah sampai hebat, ditambah kenaikan produksi asam lambung, bakteri Bacillus cereus bisa menyebabkan penderitanya mengalami sesak napas,” kata dr Kasim saat dihubungi Republika.co.id, Senin (4/11/2024).
Ia menjelaskan gejala muntah dan diare adalah mekanisme natural tubuh untuk mengeluarkan hal yang tidak selaras dari saluran cerna. Jika mengalami gejala tersebut, dokter Kasim menyarankan untuk tidak langsung mengonsumsi obat penghenti diare, biarkan beberapa saat agar bakteri dalam tubuh keluar terlebih dahulu.
“Jangan dulu minum obat, biarkan saja beberapa saat. Tapi pastikan asupan airnya cukup agar tidak dehidrasi, sebisa mungkin yang elektrolitnya bagus seperti air kelapa dan jus buah,” kata dokter Kasim.
Adapun jika gejala muntah dan diare semakin parah, begitupun elektrolit tidak tergantikan maka pasien harus segera dibawa ke rumah sakit. “Kalau minum air kelapa dan oralit tak terkejar mungkin perlu diinfus, kalau infeksi meluas, mungkin perlu antibiotik,” ujar dr Kasim.
Dokter Kasim juga menyoroti popularitas latiao di Indonesia. Menurut dia, camilan tersebut sama sekali tidak memiliki nilai gizi dan menyehatkan tubuh, karena dibuat dari bahan tepung terigu dengan bumbu dan cabai.
“Pesan lain dari semesta tentang kejadian keracunan ini adalah bahwa makanan ini kan bahannya cuma terigu dengan bumbu dan cabai. Kenapa juga makanan sepele begini sampai impor, padahal negeri ini sudah jadi pengimpor terigu terbesar di dunia,” kata penggagas Indonesia Sehat Selaras tersebut.
Dibandingkan latiao, dr Kasim mengatakan bahwa camilan khas Indonesia seperti peyek lebih sehat karena menggunakan bahan natural kacang tanah, kedelai, teri, rebon, dan bayam. Karenanya dia berharap kejadian keracunan ini bisa meningkatkan kesadaran masyarakat terkait dampak negatif dari camilan bahan tepung terigu.
“Kejadian ini juga semestinya membangun kesadaran kita tentang keburukan terigu. Karena meskipun asalnya dari gandum, terigu sudah mengalami banyak proses hingga yang tersisa hanya pati tanpa nilai lebih,” kata dr Kasim.