REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebanyak 85 persen pasangan suami istri mendapatkan kehamilan di tahun pertamanya menikah. Probabilitas itu kemudian menjadi lebih kecil, yaitu 50 persen dari sisanya akan hamil di tahun kedua pernikahan.
Masalah kesehatan reproduksi bisa menyulitkan pasangan memiliki buah hati secara alami. Perkembangan teknologi seperti bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) bisa jadi salah satu cara pasangan dengan gangguan kesuburan memiliki anak.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi subspesialis fertilitas endokrinologi reproduksi yang berpraktik di RS Pondok Indah – IVF Centre, dr Upik Anggraheni Priyambodo, SpOG, SubspF. E. R., menerangkan empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan program bayi tabung.
“Pertama, usia calon ibu,” katanya, beberapa waktu lalu, dalam diskusi tentang IVF yang diselenggarakan oleh RS Pondok Indah. Semakin muda usia ibu, tentu akan semakin besar kemungkinan program bayi tabung berhasil.
Di dunia, angka keberhasilan bayi tabung pada ibu di bawah 35 tahun mencapai 44,5 persen. Persentase keberhasilan itu semakin mengecil seiring meningkatnya usia ibu. Dokter Upik mengatakan, semakin tua usia ibu maka semakin menurun pula kualitas sel telurnya.
“Tapi bukan tidak mungkin. Success rate RSPI itu untuk ibu usia 41-42 tahun sebesar 26,6 persen. Dan untuk ibu di atas 42 tahun di bawah 5 persen,” ujarnya.
Usia ibu berpengaruh pada cadangan sel telur yang menjadi faktor penting keberhasilan program bayi tabung nomor dua. Faktor ketiga adalah kualitas sperma.
Keberhasilan bayi tabung tak semata dipengaruhi faktor ibu. Peran kesehatan reproduksi suami juga berpengaruh.
Dokter Upik menyarankan suami yang bermasalah kesuburannya untuk memperbaiki pola hidup. Tidur teratur, berolahraga untuk memperbaiki metabolisme, serta makan yang sehat.
Satu faktor penentu keberhasilan bayi tabung adalah penyakit lain yang bisa dikontrol. Misalnya, diabetes, hipertensi dan lainnya.
Dokter Upik menyambung, namun seringkali faktor takdir menentukan apakah pasangan bisa berhasil program bayi tabungnya. “Saya suka bilang ke pasien, kadang berhasil itu terjadi ketika ekspektaksi sudah tidak tinggi. Plus pasien juga tetap semangat, tetap percaya,” katanya.
Menurutnya, hal terpenting dari menjalani program bayi tabung adalah pasangan harus memiliki rasa cinta ke diri sendiri dulu. “Tata diri jadi sosok lebih baik, lebih sehat. Berani mencoba bayi tabung itu sama dengan berani gagal. Ini yang saya sampaikan, supaya tidak terlalu stres jadi kondisi hormonnya juga terjaga,” kata dr Upik.