REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa jawaban ujian yang dihasilkan kecerdasan buatan (AI) tidak dapat terdeteksi oleh penguji di perguruan tinggi. Tidak hanya itu, jawaban yang dihasilkan oleh AI bahkan mendapatkan skor yang lebih tinggi daripada jawaban yang ditulis oleh mahasiswa.
Penemuan ini menimbulkan kekhawatiran yang signifikan tentang potensi peningkatan kecurangan di lingkungan akademis, seiring dengan kemajuan teknologi AI. Untuk studi ini, para peneliti dari University of Reading Inggris melakukan sebuah ujian dalam modul psikologi sarjana.
Para penguji tidak diberitahu bahwa AI juga dilibatkan dalam ujian ini. Secara diam-diam, peneliti mengumpulkan jawaban yang dibuat oleh AI dengan atas nama 33 mahasiswa palsu pada ujian tersebut. Di sisi lain, ada juga jawaban yang ditulis secara orisinil oleh mahasiswa.
Jawaban ujian ini termasuk penjelasan singkat dengan batas 200 kata, serta esai dengan batas 1.500 kata. Adapun para penguji terdiri atas dosen pengajar di Fakultas Psikologi dan Ilmu Bahasa Klinis di University of Reading.
Hasil dari studi ini sangat mengejutkan. Sebanyak 94 persen yang dihasilkan oleh AI tidak terdeteksi dalam tes turing pertama di dunia nyata ini. Temuan ini juga mengindikasikan bahwa mengidentifikasi penggunaan AI dalam ujian menjadi kian menantang.
Tidak hanya itu, jawaban yang dibuat AI juga secara konsisten mengungguli karya yang dihasilkan oleh manusia. Rata-rata jawaban yang dihasilkan oleh AI memperoleh nilai hampir setengah lebih tinggi daripada jawaban manusia. Dalam beberapa kasus, keunggulan AI mendekati batas nilai penuh.
Pengungkapan ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang masa depan pendidikan dan penilaian. Ketika teknologi AI seperti ChatGPT menjadi semakin canggih dan mudah diakses, bagaimana universitas dapat memastikan integritas ujian dan nilai gelar mereka.
“Penelitian kami menunjukkan bahwa sangat penting untuk memahami bagaimana AI akan memengaruhi integritas penilaian pendidikan," kata salah satu penulis, Peter Scarfe, seperti dilansir Study Find, Rabu (10/7/2024).
Scarfe berharap, penelitian ini bisa menumbuhkan kesadaran tentang betapa pentingnya merancang alat yang canggih untuk memindai konten yang dihasilkan AI. Jika tidak ada metode atau alat pemindai yang bisa diandalkan, maka institusi pendidikan akan sangat rentan terhadap bentuk baru kecurangan berteknologi canggih.