REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi menemukan bahwa herpes kelamin atau herpes genital telah menyebabkan kerugian miliaran dolar secara global. Para peneliti dari College of Pharmacy University of Utah bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa herpes genital merugikan dunia hingga 35,3 miliar dolar AS dalam perawatan medis dan hilangnya produktivitas selama satu tahun.
Para peneliti melakukan kajian ini berdasarkan pada data tahun 2016, dengan Pasifik Barat dan Amerika menjadi wilayah yang paling terbebani. Herpes genital atau herpes kelamin merupakan penyakit menular seksual pada pria dan wanita yang ditandai dengan luka lepuh di area kelamin.
Berdasarkan studi itu, pada 2016, jenis virus yang menyebabkan herpes genital (HSV-2) dan konsekuensinya menyebabkan kerugian sebesar 31,2 miliar dolar AS, sementara HSV-1 (yang dapat menyebabkan herpes oral dan genital) menelan biaya sekitar 4 miliar dolar AS. “Ini adalah studi pertama yang menganalisis kasus herpes di 194 negara dan menghitung kerugian finansial global dari herpes genital, yang merupakan salah satu infeksi menular seksual yang paling umum,” kata para peneliti dilansir Euronews, Kamis (4/7/2024).
WHO mencatat, sekitar 67 persen populasi dunia mengidap HSV-1, sementara 13 persen mengidap HSV-2. Kebanyakan orang yang terinfeksi memiliki gejala ringan atau tidak ada gejala sama sekali, namun herpes dapat menyebabkan luka dingin, lepuh, atau borok yang muncul kembali dari waktu ke waktu dan dapat menyebar melalui kontak kulit ke kulit.
"Pandemi Covid-19 telah mengingatkan kita akan pentingnya virus sebagai ancaman bagi kesehatan, yang sering kali melampaui infeksi akut," kata Martin McKee, seorang profesor di London School of Hygiene and Tropical Medicine dan mantan presiden Asosiasi Kesehatan Masyarakat Eropa (EUPHA), kepada Euronews.
Ia tidak terlibat dalam penelitian ini, tetapi mengatakan bahwa penelitian tersebut memberikan alasan yang baik untuk mempercepat upaya pengembangan vaksin. “Dan yang terpenting, vaksin ini tidak hanya mencegah infeksi tetapi juga mengobati infeksi yang sudah ada,” tambah McKee.
Dalam penelitian tersebut, sebagian besar biaya dikaitkan dengan wabah berulang dari HSV-2, dengan tagihan medis mencapai 22 miliar dolar AS. Sebanyak 12,3 miliar dolar AS lainnya adalah biaya tidak langsung melalui hilangnya produktivitas, dan 1 miliar dolar AS lainnya disebabkan oleh biaya langsung non-medis seperti transportasi.
Meskipun herpes sangat umum terjadi, dampak ekonominya yang lebih luas sangat bervariasi berdasarkan wilayah, demikian menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal BMC Global and Public Health. Negara-negara yang lebih kaya menanggung beban biaya yang paling berat yaitu 27 miliar dolar AS atau 76,6 persen dari total biaya, terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah.
Wilayah Pasifik Barat dan Amerika juga terkena dampak parah, masing-masing sebesar 34,6 persen dan 24,4 persen dari perkiraan biaya. Para peneliti mengatakan orang-orang di sana mungkin lebih mungkin mendapatkan diagnosis dan mencari perawatan untuk herpes, dan bahwa pengobatannya lebih mahal.