REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiktoker Galih Loss telah ditangkap polisi pada Senin (22/4/2024) malam atas dugaan penistaan agama terkait konten yang diunggah di akun TikTok @Galihloss3. Video itu memperlihatkan Galih berdialog dengan seorang anak di bawah umur dan menanyakan nama hewan yang dapat mengaji.
"Apa ya Bang, paus? Pa Ustaz?" jawab anak tersebut.
Galih terus memberikan kesempatan menjawab pada bocah laki-laki itu. Namun, anak tersebut tampak menyerah karena tak kunjung mendapatkan jawaban yang tepat menurut si penanya.
"Selain paus apa? Kira-kira apa?" tanya Galih.
"Apa ya, ora tahu (nggak tahu), mo**** kali ya bang,” kata anak tersebut.
Galih pun pada akhirnya memberikan petunjuk kepada anak itu. Anak tersebut akhirnya menjawab yang dimaksud Galih adalah serigala.
"Auuuuudzubillahiminasyaitonirojim. Bener nggak? Hewan apa itu berarti?" kata Galih.
Bagaimana dalam Islam hukumnya membuat kalimat ta'awudz sebagai bahan bercandaan atau gurauan? Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS) KH Jeje Zaenudin mengatakan, tentu saja itu tidak dibenarkan.
Dalam ajaran Islam, menurut Kiai Jeje, siapa pun tidak boleh membuat konten dengan melecehkan atau mengambil ayat-ayat Alquran atau lafaf-lafaz mulia berupa ta'awudz, basmalah, atau zikir sebagai bahan candaan atau bahan tertawaan. Sebab, ayat-ayat Alquran maupuan lafaz-lafaz mulia itu adalah bagian daripada kalimat-kalimat suci dan sakral serta bernilai ritual ibadah dalam Islam.
"Maka kalau seseorang menjadikan menjadi objek bercanda atau objek tertawaan, senda gurau itu maka masuk ke dalam kategori merendahkan, mencemoohkan, dan mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat suci, dan kalimat-kalimat mulia yang diharamkan dipermainkan menurut ajaran agama Islam," ujar Kiai Jeje.
Kiai Jeje kemudian mengungkapkan sekarang tidak bisa dipungkiri orang ingin populer, bahkan juga mungkin mencari keuntungan, materi, ekonomi membuat konten-konten di media sosial untuk mendapat pengikut dan penonton yang banyak. Menurut Kiai Jeje, tentu itu hal-hal yang merupakan sah-sah saja bagi orang mencari popularitas, eksistensi diri, aktualisasi dengan membuat konten-konten di media sosial.
Kiai Jeje mengingatkan, upaya itu tidak boleh melampaui batas-batas kewajaran dan kebolehan, tidak boleh melanggar hukum, apalagi melanggar nilai-nilai sakral agama, seperti mempermainkan ta’awudz, mempermainkan basmalah, mempermainkan ayat-ayat Alquran dan yang lainnya.
"Karena itulah ada batas kebebasan berekspresi dan batas dari kebebasan seseorang untuk eksistensi diri dan mencari popularitas di media sosial," katanya.