REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Program Studi Psikologi Terapan, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Rose Mini Agus Salim, mengingatkan kakek dan atau nenek agar memahami jenis-jenis pola asuh ketika mengasuh cucu.
"Pola asuh kakek/nenek atau orang tua sebaiknya menyesuaikan kondisi anak, karena ada berbagai jenis pola asuh yang bisa digunakan secara bergantian," kata Rose dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (26/4/2024).
Rose memaparkan, ada empat jenis pola asuh yang mesti dipahami. Pertama yaitu pola asuh yang demokratis, di mana anak bebas berkreasi dengan batasan dan pengawasan dari orang tua.
Kedua yaitu pola asuh otoriter, di mana orang tua berperan sebagai bos yang kaku, penuh aturan, dan arahan. Ketiga, pola asuh uninvolved atau tidak terlibat, di mana orang tua berjarak dengan anak, tetapi tetap memperhatikan kebutuhan dasarnya.
Keempat, pola asuh permisif atau indulgent, di mana orang tua minim arahan, aturan tidak jelas, dan anak cenderung menjadi bos. "Pola asuh tersebut bisa dipakai secara bergantian, tergantung situasi dan kondisinya. Misalnya, anak sedang mendekati bahaya, maka terapkan pola asuh otoritarian, dan ketika anak sedang membuat kerajinan tangan, maka yang cocok yakni pola asuh indulgent atau permisif, karena dia perlu berekspresi," kata dia.
Dia mengingatkan agar orang tua atau kakek/nenek memperkaya informasi untuk mengetahui perkembangan terkini, dengan memanfaatkan berbagai media cetak maupun digital, dan mengikuti berbagai kegiatan. Selain itu, menurut dia, kakek/nenek mesti memiliki batasan ketika memutuskan ikut mengasuh cucu, dan terus berkoordinasi dengan orang tua si anak, serta tetap memiliki agenda pribadi.
"Perlu ada batasan, harus koordinasi dengan ayah/ibunya, mendiskusikan dengan anak terkait apa yang boleh atau tidak boleh bagi cucu, dan tetap memiliki agenda pribadi. Jadi, nenek/kakek jangan menyerahkan seluruh waktu di masa tuanya hanya untuk merawat cucu, harus punya kesenangan sendiri juga," ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar kakek/nenek tidak terlalu permisif dan menuruti segala keinginan cucunya. "Jangan memenuhi segala keinginan cucu, bertengkar dengan anak di depan cucu atau mengkritisi orang tua si cucu, dan jangan mengambil alih peran pengasuhan dari anak," ucapnya.
Ia juga menekankan, baik orang tua maupun kakek/nenek mesti memahami kondisi diri dan mampu mengelola emosi. "Kakek/nenek harus mengelola emosi, begitu pula dengan orang tua. Perlu diingat juga bahwa lansia tidak bertanggung jawab langsung pada pertumbuhan anak atau cucunya, karena orang tua yang harus lebih berperan," kata dia.
Dia mengatakan, kakek/nenek juga mesti memahami kondisi anaknya (orang tua), serta mendengarkan keinginan dan harapan mereka terhadap anaknya, mengingat standar orang tua tentu berbeda dengan anaknya.