Jumat 29 Mar 2024 00:58 WIB

Droplet Berbakteri TBC Mampu Bertahan di Udara Berjam-jam, Pakai Masker Saat di Kerumunan

Bakteri penyebab TBC dapat menyebar melalui droplet saat penderita batuk/bersin.

Penumpang mengenakan masker saat naik gerbong kereta rel listrik (KRL) Commuterline Jabodetabek (Dok). Masker dapat mencegah seseorang menghirup droplet dari penderita TBC yang berada di udara.
Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Penumpang mengenakan masker saat naik gerbong kereta rel listrik (KRL) Commuterline Jabodetabek (Dok). Masker dapat mencegah seseorang menghirup droplet dari penderita TBC yang berada di udara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyarankan warga mengenakan masker saat berada di tengah kerumunan untuk mencegah terkena tuberkulosis (TBC). Sampai saat ini, TBC masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia, termasuk di Indonesia.

"Saat penderita TBC batuk atau bersin tanpa menutup mulut, bakteri akan tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet)," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati, dikutip Kamis (28/4/2024).

Baca Juga

 

Bakteri penyebab TBC, yakni mycobacterium tuberculosis, dapat menyebar melalui percikan dahak pasien saat batuk atau bersin tanpa menutup mulut. Bakteri ini mampu bertahan di udara selama berjam-jam pada ruangan yang lembap dan gelap sebelum akhirnya terhirup oleh orang lain.

 

Oleh karena itu, demi mencegah penularan TBC, masyarakat disarankan mengenakan masker saat berada di kerumunan. Selain itu, biasakan menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan menggunakan tisu, sapu tangan, atau dengan lengan atas bagian dalam.

Ani juga menganjurkan masyarakat untuk segera berkunjung ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala TBC, seperti batuk terus-menerus baik berdahak maupun tidak berdahak. Gejala lainnya, yakni demam dan meriang dalam jangka waktu yang panjang, sesak napas dan nyeri dada, dan berat badan menurun.

 

Waspadai juga jika batuk bercampur darah. Nafsu makan menurun dan berkeringat di malam hari meski tanpa melakukan kegiatan juga termasuk gejala TBC.

Sementara itu, dokter dari Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI TB) DKI Jakarta dr. Dimas Dwi Saputro, Sp.A mengingatkan seseorang yang terpapar bakteri

penyebab Tuberkulosis (TBC) tak berarti langsung sakit esok harinya. TBC perlahan memengaruhi kesehatan penderitanya.

"Kalau TBC ketularan sekarang sakitnya bisa satu pekan lagi, satu bulan lagi, satu tahun lagi atau bahkan 10 tahun lagi sakitnya karena TBC itu pergerakannya senyap, pelan-pelan," kata dia dalam seminar daring yang disiarkan laman Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kamis.

Data menunjukkan orang yang tinggal selama satu tahun dengan pasien TBC berisiko sekitar 50 persen tertular TBC dan dalam dua tahun akan sakit TBC. Menurut Dimas, sebenarnya ketika bakteri penyebab TBC masuk ke saluran napas seseorang, maka akan dihalau oleh sistem imun.

Tetapi, sejumlah hal seperti polusi dan asap rokok serta rumah tangga dapat merusak benteng saluran napas dan memudahkan masuknya bakteri.

"Saat polusi masuk, saluran napas ada bentengnya yang sibuk menangkap polusi. Lalu masuklah kuman TB. Begitulah kira-kira kenapa polusi, asap rokok mempermudah masuknya kuman TBC," kata Dimas.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement