REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter dari Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI TB) DKI Jakarta Dimas Dwi Saputro mengingatkan seseorang yang terpapar bakteri penyebab Tuberkulosis (TBC) tak berarti langsung sakit esok harinya.
"Kalau TBC ketularan sekarang sakitnya bisa satu pekan lagi, satu bulan lagi, satu tahun lagi atau bahkan 10 tahun lagi sakitnya karena TBC itu pergerakannya senyap, pelan-pelan," kata dia dalam seminar daring yang disiarkan laman Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Dimas mengatakan, penularan bakteri penyebab TBC, yakni Mycrobacterium tuberculosis bisa melalui droplet atau tetesan atau percikan pernapasan dari seseorang yang terinfeksi bakteri itu. Data menunjukkan orang yang tinggal selama satu tahun dengan pasien TBC berisiko sekitar 50 persen tertular TBC dan dalam dua tahun akan sakit TBC.
Menurut dia, sebenarnya ketika bakteri penyebab TBC masuk ke saluran napas seseorang maka akan dihalau oleh sistem imun. Tetapi, sejumlah hal seperti polusi dan asap rokok serta rumah tangga dapat merusak benteng saluran napas dan memudahkan masuknya bakteri.
"Saat polusi masuk, saluran napas ada bentengnya yang sibuk menangkap polusi. Lalu, masuklah kuman TB. Begitulah kira-kira kenapa polusi, asap rokok mempermudah masuknya kuman TBC," kata Dimas.
TBC hingga saat ini menjadi masalah kesehatan di Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 1.060.000 kasus pada 2023. Angka ini menjadikan Indonesia peringkat kedua dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia setelah India.
Khususnya di Jakarta, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI menemukan sebanyak 60.420 pasien TBC baru dari seluruh pasien terduga yang menjalani pemeriksaan.
"Ini bahkan lebih besar dari target penemuan kasus yang diperkirakan di DKI 59.217 kasus," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia dalam seminar daring yang sama.
Dwi menambahkan diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk menanggulangi TBC, mulai dari mencegah penularan dan menemukan kasus secara dini. Selanjutnya, mengobati mereka yang sakit dan tidak memberikan pasien stigma agar terus berobat secara rutin, tepat waktu hingga mencapai target kesembuhan.
"Mudah-mudahan biasanya enam bulan bisa mencapai kondisi sembuh," katanya.