REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) meminta Kepolisian melibatkan ahli dalam menangani kasus kekerasan seksual dan hubungan sedarah di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Pasalnya dalam kasus ini korban tidak merasa sebagai korban.
Dikhawatirkan, ada masalah lain yang belum terungkap dari pemeriksaan awal. "Kementerian PPPA minta kepolisian untuk memeriksa kasus ini dengan melibatkan ahli, baik ahli pidana dan psikologi anak, maupun hukum adat, bagi penanganan kasus-kasus kekerasan seksual dengan korban anak," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPPA Nahar saat dihubungi di Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Dia mengatakan, peristiwa tersebut dimulai tahun 2021. "Dari awalnya merasa jadi korban tapi kemudian diduga tumbuh perasaan lain. Ini yang kami sampaikan perlu didalami dan dikembangkan," kata Nahar.
Dalam penanganan kasus ini, kata dia, korban saat ini telah memperoleh pendampingan dari Dinas PPPA Kabupaten Rejang Lebong. "(UPTD PPA dan Dinas PPPA) sudah menjangkau dan mendampingi kasus ini, yang dihadapkan pada penyelesaian hukum adat dan hukum negara khususnya UU Perlindungan Anak dan UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual)," kata Nahar.
Sebelumnya, terungkap kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual hubungan sedarah antara kakak yang berinisial K (21) dan adik berinisial R (16) di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Sang kakak memerkosa adiknya sejak tahun 2021. Selama kurun waktu tersebut hingga saat ini, sang adik telah mengalami tiga kali kehamilan, yang dua diantaranya keguguran dan satu kali melahirkan anak laki-laki yang kini berusia dua tahun. Pelaku K kini telah ditangkap dan ditahan polisi.