Rabu 13 Mar 2024 19:14 WIB

Angka Pernikahan Alami Penurunan, Apa yang Membuat Generasi Muda Enggan Menikah?

Tanggung jawab ekonomi yang makin besar membuat seseorang enggan menikah.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Friska Yolandha
Menikah sederhana di KUA. Sebelum menikah di KUA, calon pengantin perlu meminta izin dan memberikan pemahaman kepada orang tua. (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Menikah sederhana di KUA. Sebelum menikah di KUA, calon pengantin perlu meminta izin dan memberikan pemahaman kepada orang tua. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam tiga tahun terakhir, angka pernikahan di Indonesia tampak mengalami penurunan. Mengacu pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka tersebut menurun dari 1.742,049 pada 2021, 1.705.348 pada 2022, dan 1.577.255 pada 2023.

Tren penurunan angka pernikahan sebenarnya tak hanya terlihat di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lainya. Di Amerika Serikat misalnya, angka pernikahan mengalami penurunan hingga 60 persen pada 2023 bila dibandingkan dengan era 1970-an, seperti dilansir CNBC pada Rabu (13/3/2024).

Baca Juga

China juga mencapai angka pernikahan terendah sepanjang sejarah pada 2022, seperti dilansir Asia Media Centre. Di saat yang sama, China pun mengalami penurunan angka kelahiran.

Negara-negara Asia lainnya, seperti Jepang dan Korea Selatan, juga mengalami masalah serupa. Di Korea Selatan, angka pernikahan pada kelompok usia 25-20 tahun mengalami penurunan dari 59.5 persen pada 2012 menjadi 36,1 persen pada 2022.

Jepang juga disebut mengalami "Zaman Es Pernikahan" karena angka pernikahan yang secara konsisten mengalami penurunan. Seperti dilansir Nikkei, jumlah pria yang tidak menikah sepanjang hidupnya pada 2020 adalah 30 persen.

Padahal di 1933, angka tersebut bahkan tidak mencapai 2 persen. Lalu pada 2023, angka pernikahan di Jepang kembali menurun sebesar 5,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 476.000 pernikahan, menurut peneliti Takumi Fujinami.

Di media sosial, banyak warganet yang juga mengekspresikan alasan mereka belum atau enggan untuk menikah. Sebagian beralasan bahwa mereka belum menikah karena memang belum bertemu jodoh.

Namun, tak jarang juga warganet yang menyatakan bahwa mereka memang memilih untuk tidak menikah karena berbagai alasan. Seorang warganet misalnya, menyatakan bahwa saat ini tak ada lagi urgensi untuk menikah. Selain itu, dia juga menilai tanggung jawab finansial terhadap keluarga menjadi alasannya untuk tidak menikah.

"Kalau kondisi ekonomi lagi di bawah (ketika melajang), ya yang rasain diri sendiri. Tapi kalau kondisi ekonomi lagi buruk dan posisi sudah menikah plus punya anak, yang sengsara anak istri," ungkap warganet tersebut, seperti dikutip dari X.

Warganet lain menyatakan bahwa prosesi pernikahan mungkin bisa berlangsung dengan sederhana di KUA. Akan tetapi, biaya yang harus dipersiapkan untuk menjalani kehidupan pernikahan dinilai terlampau besar, mulai dari harga rumah yang semakin mahal, kondisi ekonomi yang tidak stabil, hingga harga bahan pokok yang kian naik.

"Gue yang kelas menengah gini harus pikir-pikir dulu (untuk menikah)," tambah warganet tersebut.

Ada pula sejumlah warganet yang memiliki alasan personal untuk tidak menikah. Sebagian menyatakan bahwa mereka memiliki trauma untuk menjalin hubungan serius dengan orang lain, dan ada pula yang menjadi //sandwich generation// atau memilih untuk mengurus orang tua.

Orang enggan menikah karena pernikahan tidak lagi....

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement