REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Indonesia Momoe Takeuchi mengatakan Indonesia masih menghadapi beban penyakit menular tropis yang tinggi, meskipun telah ada upaya pencegahan dan pengendalian serta ketersediaan pengobatan yang efektif.
"Penyakit tropis terabaikan menyebabkan tingginya angka kesakitan, kecacatan, dan stigma, terutama mempengaruhi populasi yang paling miskin dan marjinal, termasuk anak-anak, perempuan, dan lansia," kata Momoe saat berpidato dalam Peringatan Hari NTD's Sedunia 2024 diikuti dalam jaringan di Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Secara global, kata Momoe, terdapat 21 Penyakit Tropis Terabaikan (Neglected tropical diseases/NTD) yang disebabkan oleh berbagai patogen, termasuk virus, bakteri, protozoa, dan cacing parasit.
"Sebelas dari penyakit tersebut dapat ditemukan di Indonesia," katanya.
Ia mengatakan, upaya memerangi NTD sangat penting untuk mencapai cakupan kesehatan semesta dan memastikan hak setiap orang untuk sehat terpenuhi. Bersamaan dengan penyakit yang sangat menular seperti demam berdarah dan tuberkulosis, Momoe melanjutkan Indonesia juga berjuang dalam mengeliminasi dan memberantas NTD seperti filariasis, kecacingan, schistosomiasis (demam keong), kusta, dan frambusia.
Penyakit lain seperti skabies, rabies, dan gigitan ular berbisa, juga mempengaruhi kesehatan masyarakat dan memerlukan perhatian otoritas berwenang. Pada Hari NTDs Sedunia 2024, kata dia, WHO mengajak semua orang, termasuk pemimpin, pejabat pemerintah, dan masyarakat, untuk bersatu, bertindak, dan mengeliminasi NTD di dunia.
"Kami juga mengajak untuk berinvestasi dengan berani dan berkelanjutan untuk membebaskan sekitar 1,6 miliar orang di komunitas paling rentan di dunia dari lingkaran setan penyakit dan kemiskinan yang berkepanjangan," katanya.
Di Indonesia, WHO mendorong para pemimpin tingkat nasional dan daerah untuk memberantas frambusia di seluruh negeri, yang saat ini dilaporkan kurang dari 50 kasus pada tahun 2023. Selain itu WHO mendorong upaya mengeliminasi schistosomiasis (demam keong) yang saat ini hanya terdapat di 28 desa serta mengeliminasi kusta dan filariasis pada tahun 2030.
"Untuk mencapai target ini kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan dan memastikan akses ke sumber daya kesehatan seperti obat-obatan, perlengkapan diagnosis, dan vaksin sangatlah penting," katanya.
WHO mengapresiasi Pemerintah Indonesia atas kepemimpinannya yang kuat dalam menerapkan pendekatan verifikasi eliminasi subnasional untuk memverifikasi upaya eliminasi dari desa hingga provinsi. WHO siap untuk mensertifikasi eliminasi dan pemberantasan di tingkat nasional. Pendekatan ini telah diakui oleh negara-negara lain, kata dia, khususnya negara besar seperti Indonesia.
"Hari ini saya mengucapkan selamat kepada 99 kabupaten/kota yang telah diverifikasi bebas dari frambusia dan tiga kabupaten yang telah mengeliminasi filariasis," katanya.
WHO mengajak seluruh elemen masyarakat di Indonesia untuk merayakan kesuksesan tersebut dan mendorong kabupaten/kota lain untuk menerapkan strategi serupa pada daerah yang sukses mengeliminasi frambusia.
"WHO berkomitmen untuk mendukung Indonesia dalam mencapai target SDGs untuk mengakhiri epidemi NTD dan penyakit menular lainnya pada tahun 2030," katanya.
Peringatan Hari NTD's Sedunia 2024 digelar di Jakarta hari ini dengan dihadiri Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, bupati, wali kota, dan perwakilan kabupaten/kota, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rondonuwu, serta seluruh ketua tim kerja dan pengelola program NTD nasional, provinsi kabupaten/kota.