Rabu 07 Feb 2024 11:01 WIB

Orang yang Suka Film Horor Punya Mental Lebih Kuat? Ini Kata Peneliti

Penyuka film horor dinilai punya ketahanan psikologis lebih besar terhadap stres.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Qommarria Rostanti
Salah satu adegan dalam film horor, Ringu. (ilustrasi). Peneliti menyebutkan penyuka film horor dinilai punya ketahanan psikologis lebih besar terhadap stres dibandingkan yang tidak.
Foto: Toho
Salah satu adegan dalam film horor, Ringu. (ilustrasi). Peneliti menyebutkan penyuka film horor dinilai punya ketahanan psikologis lebih besar terhadap stres dibandingkan yang tidak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manusia memiliki ketertarikan yang aneh pada rasa takut. Film horor memiliki banyak peminat hingga kini. Kira-kira mengapa orang-orang tertarik pada film horor? Apa manfaatnya menonton film horor?

Dilansir laman El Pais pada akhir pekan lalu, bayak orang mencari pengalaman pada sensasi tidak menyenangkan, yang mendorong kita hingga batasnya. Ini semua adalah bagian dari “paradoks teror”, sebuah misteri yang telah diteorikan oleh bidang psikologi dan ilmu saraf selama bertahun-tahun.

Baca Juga

Penulis buku Why Horror Seduces dan direktur Recreational Fear Lab di University of Aarhus, Denmark, Mathias Clasen mengatakan jawaban singkatnya adalah manusia secara biologis dirancang untuk menemukan kesenangan dengan bermain-main dengan rasa takut, karena ini adalah mekanisme pembelajaran. “Ketakutan rekreasional adalah ruang aman di mana kita bisa berlatih (mengatur emosi kita),” ujar Clasen. 

Hal tersebut pada akhirnya dinilai dapat memberikan keuntungan adaptif, dengan mempersiapkan orang menghadapi skenario baru dalam hidup. Clasen mendapat kesempatan untuk menguji teori ini ketika dunia menjadi film horor, mirip dengan obsesinya saat remaja. Ketika masyarakat dikurung di rumah karena pandemi, timnya mulai bertanya kepada para relawan bagaimana mereka mengatasi situasi tersebut. 

Selanjutnya, teori diverifikasi. Dia menegaskan orang-orang yang sering menonton film horor, (terutama yang berkaitan dengan virus dan pandemi) melaporkan ketahanan psikologis yang lebih besar terhadap stres (dibandingkan mereka yang tidak). 

“Film-film ini terbukti menjadi alat untuk mengatur emosi,” katanya. 

Daftar film yang paling banyak ditonton selama berbulan-bulan tersebut juga membenarkan idenya. Anda mungkin mengharapkan orang-orang berlindung pada komedi-komedi yang lembut, tetapi kenyataannya tidak demikian. Film Contagion (2011) produksi Steven Soderbergh berkisah tentang virus mematikan yang menghancurkan planet bumi menjadi film kedua yang paling banyak diunduh di iTunes selama pandemi, meski telah dirilis 10 tahun sebelumnya. 

Konsumsi film-film horor meningkat secara eksponensial, mencapai angka yang tetap stabil sejak saat itu. Pada 2014, film-film tersebut menyumbang 2,69 persen dari box office tahunan, namun persentase ini melonjak menjadi 12,75 persen pada 2021, menurut The Numbers (sebuah platform data industri film).

Clasen mengatakan film horor tidak pernah sepopuler tiga tahun terakhir ini. Tapi dia masih belum tahu alasannya dengan jelas. 

Bisa jadi, saat-saat ketidakpastian, orang-orang mencari penjelasan dalam fiksi, menyuntikkan diri mereka dengan teror yang dapat ditoleransi yang mempersiapkan mereka menghadapi rasa takut dalam kehidupan nyata. 

“Ini mempersiapkan kita, dalam lingkungan yang aman, untuk menghadapi stres dan kecemasan. Dan dengan adanya perang, pandemi, krisis, banyak hal yang kita alami akhir-akhir ini,” ujarnya.

BACA JUGA: Film Horor Terlarang Sepanjang Sejarah, tak Boleh Tayang di 46 Negara dan 49 Adegan Dipotong

Sebuah studi terbaru dari University of Toronto, Kanada, berjudul Surfing Uncertainty with Screams, menganalisis ketertarikan manusia terhadap film horor dari kerangka persepsi prediktif. Otak kita menganalisis apa yang terjadi dan mengisi kesenjangan informasi dengan apa yang diyakini sedang terjadi. Itu sebabnya kita dapat membaca sebuah kata dengan sempurna, meskipun ada huruf yang hilang. Atau menafsirkan gambar sebuah teka-teki, meskipun tidak seluruh bagiannya. 

Tetapi untuk melakukan hal ini, seseorang memerlukan informasi sebelumnya, seperti pernah membaca kata tersebut sebelumnya, atau pernah melihat pemandangan yang mirip dengan yang ada di teka-teki. “Itulah mengapa film horor itu sempurna karena memberi kita informasi tentang konteks yang belum pernah kita alami,” jelas Mark Miller, penulis utama studi tersebut sekaligus peneliti di Departemen Psikologi di University of Toronto.

Salah satu mekanisme utama horor adalah unsur kejutan yang biasanya terjadi dalam putaran akhir yang tidak terduga. Dia mengatakan, film horor dirancang memiliki keseimbangan antara hal yang dapat diprediksi dan tidak terduga.

“Jika kita menganggap manusia sebagai mesin yang ingin mengumpulkan informasi untuk meminimalisasi kejutan, jenis pelatihan ini adalah pilihan yang tepat," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement