Selasa 05 Dec 2023 21:47 WIB

Kerugian Akibat Konsumsi Rokok Jauh Lebih Besar Dibandingkan Penerimaan dari Cukai

Ada 21 penyakit yang disebabkan oleh penggunaan produk tembakau.

Kampanye berhenti merokok (Ilustrasi). Kementerian Kesehatan berupaya menurunkan prevalensi perokok berusia 10 sampai 18 tahun.
Foto: Prayogi/Republika
Kampanye berhenti merokok (Ilustrasi). Kementerian Kesehatan berupaya menurunkan prevalensi perokok berusia 10 sampai 18 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti menyatakan bahwa kerugian yang timbul akibat konsumsi rokok lebih besar dibandingkan dengan penerimaan negara dari cukai rokok. Menurut dia, ada 21 penyakit yang disebabkan oleh penggunaan produk tembakau dan 11 di antaranya merupakan penyakit kanker.

"Biaya perawatan untuk penyakit akibat merokok tiga kali lipat lebih tinggi daripada cukai yang diterima negara," kata Eva dalam diskusi bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Jakarta, Selasa.

Baca Juga

Mengutip hasil studi mengenai biaya kesehatan untuk penanganan penyakit akibat rokok tahun 2020, Eva menyebutkan bahwa pada tahun 2017 penerimaan dari cukai hasil tembakau sebanyak Rp147,7 triliun. Sementara itu, nilai kerugian ekonomi makro yang timbul akibat konsumsi rokok mencapai Rp 431,8 triliun.

Menurut hasil studi itu, ada total 4,9 juta kasus penyakit akibat rokok dengan 209.429 kematian pada tahun 2017. Guna menurunkan angka kejadian penyakit akibat merokok, Kementerian Kesehatan berupaya menurunkan prevalensi perokok berusia 10 sampai 18 tahun menjadi 8,7 persen sesuai target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

"Kita fokus pada penurunan prevalensi merokok anak dan remaja, karena terjadi kenaikan prevalensi merokok remaja yang cukup tinggi dari tahun 2013 ke tahun 2018. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, faktornya dari banyaknya iklan dan promosi rokok," ujar Eva.

Eva menjelaskan, prevalensi perokok di kalangan anak dan remaja tercatat meningkat dari 1,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018. Ia juga menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan mengamanatkan penyusunan aturan mengenai pengendalian penggunaan zat adiktif berupa produk tembakau dan pemerintah sedang menyusun rancangan peraturan pemerintah soal itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement