Senin 30 Oct 2023 15:09 WIB

Kisah Saef dan Nyala ‘Lilin’ Teman Istimewa Coffee

Kafe Teman Istimewa Coffee mempekerjakan seluruh barista dengan kondisi tuna rungu da

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Saefudin sedang menyerahkan pesanan minuman kopi kepada pengunjung.
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Saefudin sedang menyerahkan pesanan minuman kopi kepada pengunjung.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Senyum ramah Saefudin (28 tahun) dari balik meja barista kafe Teman Istimewa Coffee langsung mengembang. Kedua telapak tangannya dengan cepat dikatupkan di depan dada, disertai anggukan kepala, sebagai tanda hormat kepada tamu yang datang.

Sang tamu, Shela (40), langsung membalas senyuman itu. Tanpa berucap kata, dia pun mengikuti gerak tangan Saefudin, yang mengarahkannya untuk melihat daftar menu.

Ada banyak varian minuman berbahan dasar kopi yang dijual di kafe yang terletak di Jalan Istiqomah Nomor 19, Kelurahan Lemah Mekar, Kecamatan/Kabupaten Indramayu tersebut. Semuanya tersaji dalam versi panas dan dingin.

Barista yang akrab disapa Saef itupun memperhatikan dengan seksama pesanan yang ditunjukkan oleh Shela dalam daftar menu. Yakni, es kopi susu Hazelnut. Jempolnya teracung, kepalanya mengangguk dan bibirnya kembali tersenyum, tanda dia telah mengerti minuman yang harus diraciknya.

Bukan tanpa sebab Saef tak berucap kata kepada pengunjung yang datang. Pria asal Cikedung, Kabupaten Indramayu itu memang ditakdirkan lahir dalam kondisi tuna rungu dan tuna wicara.

Saef tak sendiri. Kafe Teman Istimewa Coffee memang mempekerjakan seluruh barista dengan kondisi tuna rungu dan tuna wicara. Ada lima barista di kafe yang baru dibuka pada Agustus 2023 tersebut. Yakni, tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki.

 

photo
Papan Harapan yang terpasang di kafe Teman Istimewa, yang berisi ungkapan harapan dan motivasi untuk teman-teman istimewa. - (Republika/Lilis Sri Handayani)

 

Pengunjung kafe pun sudah mengetahui keadaan para barista. Karenanya, mereka hanya menggunakan isyarat saat berinteraksi dengan barista, seperti yang dilakukan oleh Shela.

Melalui gerakan jari jemarinya, Saef mengisyaratkan senang bisa bekerja sebagai barista di kafe Teman Istimewa Coffee.

‘’Saya sangat senang bisa diterima sama orang-orang di sini, jadi barista di sini,’’ ujar Saef, melalui gerak jari jemarinya, saat ditemui Republika.co.id di kafe Teman Istimewa Coffee, Sabtu (28/10/2023).

Saef lulus sekolah menengah atas (SMA) dari SLB Mutiara Hati Indramayu pada 2019. Dia merupakan lulusan pertama sekolah khusus tunarungu dan tunawicara tersebut.

Melalui kerja keras pihak sekolahnya yang mencarikan lowongan pekerjaan, Saef langsung diterima bekerja di salah satu minimarket di Cirebon setelah lulus sekolah. Di bawah manajemen minimarket itu, dia sempat beberapa kali dipindah ke sejumlah kota. Dia bertugas untuk menghitung barang yang laku terjual setiap harinya.

Namun, akibat keterbatasannya itu, Saef sering menjadi korban kejahilan teman-temannya. Mereka mengambil barang tanpa sepengetahuannya, sehingga dia harus nombok karena barang yang terjual tidak sama dengan uang yang diperoleh. Biasanya uang yang harus dikeluarkannya untuk menomboki barang-barang tersebut berkisar Rp 20 ribu–Rp 50 ribu.

Kejahilan teman-temannya itu akhirnya diketahui Saef. Hal itu membuatnya kecewa sehingga memutuskan untuk keluar dari pekerjaan. Padahal, kariernya terus menanjak hingga terakhir ditawari posisi sebagai kepala gudang.

Saef menolak tawaran itu meski gajinya diatas upah minimum regional (UMR). Dia pun memilih pulang kampung pada 2022.

Sempat menganggur beberapa bulan, Saef lantas dihubungi oleh sekolahnya dan ditawari untuk bekerja sebagai barista kopi di Teman Istimewa Coffee. Tawaran itu langsung disambutnya dengan senang hati.

Sebagai tulang punggung keluarganya, Saef bisa kembali memperoleh penghasilan. ‘’Uangnya buat dikasih ibu,’’ ujar Saef melalui bahasa isyarat.

Tak hanya untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya, Saef juga menabung sebagian uangnya. Dia ingin membeli kambing untuk diternakkan. Dia bercerita, keluarganya dulu pernah punya sapi. Namun, sapi itu dijual untuk biaya berobat ayahnya yang menderita gagal ginjal.

‘’Sekarang ngumpulin uang buat beli kambing, beternak kambing, karena harganya bagus,’’ ujar Saef lewat gerakan jari jemarinya.

Saef anak kedua dari tiga bersaudara. Salah satu saudara kandungnya juga memiliki kondisi yang sama sepertinya. Ibunya hanya bekerja sebagai buruh pemetik mangga. Sedangkan ayahnya, kini sudah meninggal dunia.

Saat ayahnya masih hidup, Saef yang menemaninya bolak-balik ke rumah sakit untuk cuci darah seminggu sekali. Karena itulah, dia sempat berhenti dari sekolahnya di salah satu SMA Negeri di Kabupaten Indramayu.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement