Ahad 29 Oct 2023 09:47 WIB

Kena Mental Gara-gara Nyeri, Begini Penjelasan Pakar

Dampak sosial dan emosional dari rasa sakit telah meningkat hampir 25 persen.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Natalia Endah Hapsari
Seorang wanita mengalami nyeri bahu (ilustrasi).  Studi terbaru menyebut rasa nyeri itu bisa memengaruhi kondisi mental dan relasi sosial pengidapnya.
Foto: Dok www.freepik.com
Seorang wanita mengalami nyeri bahu (ilustrasi). Studi terbaru menyebut rasa nyeri itu bisa memengaruhi kondisi mental dan relasi sosial pengidapnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak sedikit orang yang merasa nyeri di berbagai bagian tubuhnya karena gangguan kesehatan tertentu. Studi terbaru menyebut rasa nyeri itu bisa memengaruhi kondisi mental dan relasi sosial pengidapnya. Tak sedikit yang merasa lebih dikucilkan dari sebelumnya.

Dikutip dari laman Hippocratic Post, Ahad (29/10/2023), studi itu melibatkan 18.097 orang di 18 negara. Terungkap bahwa saat ini masyarakat semakin tidak toleran terhadap orang yang mengalami rasa nyeri, meskipun dampak Covid-19 telah meningkatkan kesadaran kesehatan global.

Baca Juga

Penelitian bertajuk "Haleon Pain Index (HPI)" edisi kelima itu digagas oleh perusahaan kesehatan konsumen Haleon. Hasilnya menunjukkan bahwa sikap terhadap rasa sakit di masyarakat pascapandemi kini lebih bersifat menghakimi dan kurang toleran.

Sebanyak 49 persen peserta yang mengalami rasa sakit merasa masih jadi sasaran stigma negatif. Sementara, sejumlah 32 persen merasa takut akan dihakimi. Indeks global ini telah mengeksplorasi dampak nyata nyeri terhadap kehidupan manusia selama hampir satu dekade. 

Sejak edisi riset pertama pada 2014, dampak sosial dan emosional dari rasa sakit telah meningkat hampir 25 persen. Penyebabnya adalah stigma dan isolasi sosial yang kian besar dari lingkungan. Sejumlah 42 persen peserta yang mengidap nyeri tubuh mengaku sering mengalami kesepian.

Perasaan kesepian yang serius pada pengidap nyeri muncul secara global, dengan laporan paling banyak di Cina (38 persen), Australia (33 persen), dan Inggris (32 persen). Hal ini selaras dengan peringatan tentang dampak kesepian dan isolasi sosial terhadap kesehatan masyarakat yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Epidemi Kesepian pada musim semi 2023.

Psikolog dan penulis Linda Papadopoulos memberikan pandangannya terhadap hasil studi tersebut. Menurut Papadopoulos, nyeri tubuh termasuk masalah kesehatan yang dapat dengan mudah diabaikan atau disepelekan oleh pengidapnya, terlebih oleh orang lain di sekelilingnya.

Banyak yang tidak menyadari bahwa dampak dari kondisi itu bisa jauh lebih buruk daripada gejalanya. Akibat dari kesepian dan dampak kesehatan mental itu disebabkan oleh kurangnya empati dan perlakuan berbeda semakin memburuk. "Sebagai masyarakat, kita perlu meningkatkan empati dan pemahaman di dunia yang terus menghadapi masalah ini," tutur Papadopoulos.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement