Rabu 25 Oct 2023 18:39 WIB

Debat Kusir di Medsos Soal Bacapres Hingga Saling Hina, Bagaimana Islam Memandangnya?

Sikap fanatik terhadap sesuatu dinilai harus dihindari.

Rep: Santi Sopia/ Red: Qommarria Rostanti
Media sosial (ilustrasi). Debat kusir di medsos soal bacapres hingga saling hina sebaiknya dihindari.
Foto: Pixabay
Media sosial (ilustrasi). Debat kusir di medsos soal bacapres hingga saling hina sebaiknya dihindari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, euforia politik kini mulai terasa kental di kalangan masyarakat. Tidak terkecuali debat panas antarwarganet di media sosial terkait bakal calon presiden (bacapres).

Tidak jarang warganet saling serang saat menyuarakan pendapatnya. Bahkan sering kali warganet saling menghina bakal calon presiden/wakil presiden pilihan orang lain.

Baca Juga

Bagaimana Islam memandang hal tersebut? Menurut pakar fikih NU, Kiai Mahbub Maafi, Islam tidak memperbolehkan manusia saling menghina, baik sesama maupun terhadap non Muslim. Bahkan hukumnya bisa dosa jika sengaja menghina, menjatuhkan, dan menyerang dengan kalimat yang tidak baik. Kiai Mahbub juga menyebutkan bahwa mengucapkan kalimat jelek kepada orang lain termasuk pada perbuatan zalim.

“Iya (dosa), tidak boleh menghina orang lain. Jangan menzalimi orang lain,” kata Kiai Mahbub saat dihubungi, Selasa (24/10/2023).

Ada banyak dalil tentang larangan menzalimi, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Salah satunya yang berbunyi “Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak beruntung.” (QS Al-An’am [6]: 21).

Kiai Mahbub menjelaskan, tradisi debat antara calon presiden adalah hal wajar. Namun sebaiknya ajang ini dijadikan untuk menyampaikan visi dan misi supaya ketika masyarakat memilih, tidak seperti membeli kucing dalam karung.

Tetapi jika calon presidennya saja menyampaikan kalimat-kalimat tidak baik, menjatuhkan lawan, maka itu tentu bisa diikuti oleh masyarakat pendukungnya yang kemudian saling serang. Sebab tidak jarang masyarakat juga menjadi fanatik.

Menurut dia, sikap fanatisme atau ta’ashub inilah yang harus dihindari. Fanatik atau dalam bahasa Arab, ta'ashub merupakan sikap mengikuti seseorang tanpa mengetahui dalilnya, selalu menganggapnya benar, dan membela secara membabi buta.

“Persoalannya terutama fan, pengikut itu ta’ashub harus dihindari karena bisa menimbulkan perpecahan, bacapres cawapres ketika berdebat harus memilih diksi bahasa yang bagus jangan sampai menggunakan bahasa yang menyinggung pihak tertentu sehingga diikuti para pengikutnya,” ujar dia.

Kiai Mahbub mengatakan, sebisa mungkin dalam memberikan kritik tidak mengandung unsur penghinaan dan SARA. Perdebatan aadalah hal wajar dan sah-sah saja, tetapi haus dibarengi dengan etika. 

Setiap calon presiden juga harus saling menjaga satu sama lain, jangan sampai berimbas ke masyarakat bawah yang sudah fanatik. Sebaiknya sampaikan pendapat masing-masing tanpa menjatuhkan pihak lain.

Begitu juga masyarakat bisa menunjukan kelebihan atau kebaikan calon pilihannya. Jadi seyogianya tetap berhati-hati dalam berucap, jangan terjebak pada kondisi saling menghina. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement