REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para penggemar BTS (Army) sering memuji grup tersebut sebagai salah satu yang membantu mereka melewati masa-masa sulit selama pandemi Covid-19. Grup K-pop yang beranggotakan tujuh orang ini membantu penggemar terutama melalui musik ceria dan upbeat yang sengaja mereka keluarkan selama pandemi.
Faktanya, hal ini dilaporkan mengerdilkan pengaruh kolektif lembaga-lembaga seperti Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), Institut Kesehatan Nasional (NHS), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Herbert Chang, seorang profesor Ilmu Sosial Kuantitatif di Dartmouth College, tertarik mencari tahu lembaga publik mana yang memiliki suara terbesar dalam penyampaian pesan kesehatan masyarakat selama pandemi.
Penelitian tersebut dilakukan ketika dia masih menjadi mahasiswa pascasarjana di University of Southern California dan memiliki akses ke kumpulan data Twitter terbesar di dunia. Ketika para peneliti mulai menganalisis data kuantitatif tentang komunikasi daring terkait kesehatan dan keselamatan masyarakat, mereka menyadari bahwa BTS adalah kekuatan pendorong terbesar dan paling efektif untuk menyampaikan pesan tersebut.
Dalam wawancara baru-baru ini, Chang memberikan contoh singkat tentang kumpulan data yang dianalisis dalam penelitian tersebut. Dia menunjukkan bahwa kepala WHO menggunakan BTS dalam tweet-nya sebanyak 16 kali selama waktu itu.
Ada 2.000 tweet lainnya dengan pesan serupa tetapi tanpa menyebutkan BTS. Chang mengatakanm perbedaan jangkauan antara set pertama dan kedua adalah 111 kali lipat.
“16 tweet-nya yang berisi BTS mendatangkan sekitar 200 ribu retweet. Tweet lainnya juga menghasilkan jumlah yang sama. Dari sini terlihat peningkatan viralitas hanya dengan menambahkannya sudah lebih dari 111 kali lipat,” ujar Profesor Chang, dilansir Koreaboo, Jumat (20/10/2023).
Profesor Chang mengatakan, meskipun dia memperkirakan BTS memiliki pengaruh besar terhadap pesan-pesan kesehatan selama pandemi, namun dia tidak pernah berpikir bahwa pengaruhnya akan sebesar yang dia temui dalam penelitian.
Bukan hanya pengaruh BTS sebagai figur publik yang mendorong angka-angka ini. Profesor Chang mencatat bahwa komunitas penggemar mereka yang sangat terhubung berkontribusi dalam membawa pesan-pesan BTS ke tingkat yang lebih mendalam.
Selain itu, menurut Profesor Chang, salah satu hal yang dilihat adalah seberapa kuat komunitas raksasa K-pop itu. “Kita dapat membayangkan jaringan media sosial hanya sebagai jaringan, pengguna terhubung dengan pengguna. Pada dasarnya kami juga dapat mengukur kekuatan komunitas ini menggunakan algoritma analisis jaringan sosial,” kata Profesor Chang.
Ketika pewawancara bertanya apakah komunitas penggemar BTS dibatasi hanya pada aktivisme hashtag atau melampaui cakupan keyboard, Profesor Chang menjawab bahwa aktivitas daring mereka diimbangi dengan tindakan tatap muka. Dia mencontohkan beberapa penggalangan donasi yang dipimpin oleh Army, termasuk donasi mereka sebesar 1 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 15,8 miliar untuk gerakan Black Lives Matter pada 2020.
“Begitu pandemi melanda, banyak konser yang digelar BTS dibatalkan. Para penggemar daring mengatur diri mereka sendiri untuk menyumbang, pada dasarnya, pengembalian dana ini untuk berbagai tujuan,” ujar dia.
“Salah satunya adalah gerakan Black Lives Matter pada tahun 2020. Juga kepada UNICEF. Total donasinya mencapai lebih dari tiga juta dolar AS (sekitar Rp 47,5 miliar) atau empat juta dolar AS (sekitar Rp 63,4 miliar), sering kali semuanya dalam kurun waktu beberapa hari. Ini semua berasal dari organisasi akar rumput jenis ini yang menggunakan media sosial”. Bagi Profesor Chang, pengaruh yang ditunjukkan BTS pada fanbase mereka dapat menjadi pembelajaran bagi influencer non-partisan lainnya untuk memberikan perubahan yang bermaksud baik dalam kehidupan masyarakat.