Selasa 17 Oct 2023 04:17 WIB

Hodofobia, Ketakutan yang Membuat Penderita tak Mau Traveling

Seorang yang mengidap hodofia takut terhadap segala hal selama traveling.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
Fobia (ilustrasi). Hodofobia adalah ketakutan yang tidak masuk akal saat bepergian.
Foto: The Blue Diamond Gallery
Fobia (ilustrasi). Hodofobia adalah ketakutan yang tidak masuk akal saat bepergian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernahkah kamu mengalami ketakutan saat melakukan perjalanan? Jika ya, mungkin kamu menderita hodofobia. Apa itu hodofobia?

Dilansir laman Huffington Post, beberapa waktu lalu, kepala editor dokter kesehatan dan pengobatan gaya hidup WebMD, dr Neha Pathak mengatakan hodofobia adalah ketakutan yang tidak masuk akal saat bepergian. “Seperti fobia lainnya, fobia ini biasanya spesifik pada individu terkait dengan bagaimana hal itu muncul dalam kehidupan mereka dan seberapa parah pengaruhnya terhadap mereka,” kata dia.

Baca Juga

Seseorang dengan hodofobia mungkin takut dengan berbagai moda transportasi atau hanya takut menghabiskan waktu jauh dari rumah. “Hal ini juga bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain seperti klaustrofobia atau kecemasan sosial, namun hodofobia juga bisa muncul begitu saja tanpa rasa takut lain yang tumpang tindih,” kats Pathak. 

Dia mengatakan, gejala dari fobia adalah ketakutan atau kecemasan yang tidak sebanding dengan bahaya aktual yang ditimbulkan oleh situasi tertentu dan bagi banyak orang. Ada jugs gejala fisik yang terkait seperti gemetar, mual, berkeringat, dan detak jantung yang cepat.

Seseorang dengan kondisi ini mungkin mengalami kecemasan atau depresi ekstrem menjelang perjalanan. Sakit kepala, nyeri dada, pusing, dan gejala gastrointestinal juga mungkin terjadi.

“Seseorang dengan kondisi ini mungkin tampak sangat percaya diri dan berfungsi dengan normal, aktivitas sehari-hari, namun menderita ketakutan yang melemahkan memikirkan perjalanan dengan moda yang menyebabkan fobia mereka,” kata Pathak.

Dalam kasus yang parah, mereka bahkan mungkin mengalami serangan panik besar-besaran saat memikirkan untuk bepergian dan oleh karena itu menghindari memikirkannya, apalagi melakukannya. Fobia ini dapat mengganggu pekerjaan, kewajiban keluarga, dan kesenangan pribadi, karena dapat menghalangi kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam rencana perjalanan yang sebenarnya ingin mereka laksanakan.

“Hodofobia menyebabkan orang yang terkena mengalami tekanan emosional yang signifikan secara klinis atau mengganggu kehidupan mereka dalam beberapa hal,” ujar psikolog Michele Leno. Menurutnya ini tidak diperuntukkan bagi mereka yang tidak peduli dengan perjalanan.

Penyebab

“Hodofobia dapat disebabkan oleh berbagai jenis pengalaman atau paparan,” kata Pathak. 

Dia mengatakan mungkin saja seseorang mengalami peristiwa traumatis saat bepergian atau mendengar peristiwa besar di dunia, seperti kecelakaan pesawat yang mematikan dan mengembangkan rasa takut berdasarkan pendengaran tentang tragedi tersebut. "Sering kali, pengalaman perjalanan yang traumatis di masa kanak-kanak dapat meninggalkan jejak abadi yang berperan dalam mengembangkan fobia di kemudian hari,” kata dia.

Pada dasarnya, orang tersebut membuat hubungan antara perjalanan dan pengalaman negatif. Leno mencatat bahwa pikiran tentang sesuatu yang traumatis yang terjadi saat seseorang jauh dari rumah dapat memicu rasa takutnya.

“Mungkin mereka mempunyai pengalaman buruk selama atau segera setelah liburan beberapa tahun lalu sehingga sekarang anggapan 'travel=bad' tersimpan di otak mereka,” jelasnya.

Meskipun tragedi atau peristiwa traumatis sebelumnya mungkin menjadi akar dari hodofobia yang dialami seseorang, pemikiran irasional membantu mempertahankannya. “Seseorang dengan fobia berpikir secara ekstrem seperti 'selalu' dan 'tidak pernah',” kata Leno. 

Ia menambahkan, satu pengalaman buruk mungkin membuat mereka percaya bahwa perjalananlah yang menyebabkan masalah dan sesuatu yang buruk akan terjadi setiap kali mereka melakukan perjalanan. Orang lain mungkin akan segera menyadari pola pikir irasional tersebut, namun menunjukkannya tidak akan banyak gunanya. 

"Orang dengan fobia merasa cukup tertekan dan akhirnya menyadari bahwa mereka bersikap tidak rasional. Namun dibutuhkan lebih dari sekedar wawasan untuk mengatasi masalah seperti ini," kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement