Ahad 17 Sep 2023 08:01 WIB

Berkeringat di Malam Hari? Bisa Jadi Anda Mengidap Penyakit Ini

Kanker limfoma jenis hodgkin umumnya menyebar bertahap melalui pembuluh getah bening.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Natalia Endah Hapsari
Berkeringat di malam hari bisa menjadi tanda penyakit kanker limfoma hodgkin (ilustrasi)
Foto: Livestrong
Berkeringat di malam hari bisa menjadi tanda penyakit kanker limfoma hodgkin (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Apakah Anda mengalami berkeringat di malam hari? Waspadalah, bisa jadi Anda mengidap limfoma hodgkin. Tangani segera, sebelum terlambat. 

Apa itu limfoma hodgkin? Limfoma hodgkin adalah salah satu dari dua jenis kanker pada sistem kelenjar getah bening. Pada limfoma hodgkin, kanker terjadi akibat mutasi sel B pada sistem limfatik, yang ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg melalui pemeriksaan patologi. Berbeda dengan kanker limfoma jenis lainnya yaitu limfoma non-Hodgkin, yang tidak ditemukan adanya sel Reed-Sternberg. 

Baca Juga

Konsultan Hematologi dan Onkologi Medik, Dr dr Andhika Rachman, Sp.PD KHOM, FINASIM, menjelaskan kanker limfoma jenis hodgkin umumnya menyebar bertahap melalui pembuluh getah bening. 

"Pada stadium lanjut bisa menyebar melalui aliran darah ke organ vital seperti hati, paru-paru dan sumsum tulang belakang, meski sangat jarang," ujar dr Andika dalam acara peringatan Hari Kesadaran Limfoma Sedunia di Jakarta, Jumat (15/9/2023).

Ia menyampaikan pentingnya masyarakat mengenali gejala limfoma hodgkin di antaranya pembesaran kelenjar getah bening di leher, ketiak, dan/atau pangkal paha, dan bisa disertai dengan B symptoms. 

"Yaitu demam diatas 38 derajat Celcius, berkeringat pada malam hari, penurunan bobot lebih dari 10 persen selama 6 bulan, gatal-gatal, dan kelelahan yang luar biasa," ungkap dr Andika.

Sebagian besar kasus limfoma hodgkin menjangkiti usia muda (15-30 tahun). “Kasus limfoma Hodgkin banyak ditemukan di usia muda karena sistem imun belum terbentuk secara matang, sehingga mudah mengalami perubahan,” ujar dr Andika. 

Namun demikian, usia dewasa akhir (di atas 55 tahun) juga berisiko. Secara biologis, penyakitnya berbeda dengan yang terjadi di usia muda. Ditengarai ada keterlibatan dari berbagai faktor, termasuk histologi selularitas, virus Epstein-Barr, dan lain-lain.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Dr. Eva Susanti, S.KP., M.Kes mengatakan akses terhadap terapi inovatif untuk pasien limfoma hodgkin harus dipermudah. 

Head of Patient Value Access PT. Takeda Indonesia, Shinta Caroline, menegaskan komitmen Takeda Indonesia terkait akses pengobatan inovatif bagi pasien limfoma hodgkin. "Di Indonesia, kami terus berupaya membuka akses yang lebih luas bagi pasien untuk mendapatkan terapi inovatif, termasuk untuk limfoma hodgkin, termasuk melalui program JKN serta Program Bantuan Pasien kami yaitu Takeda BISA," ujarnya.

Ketua CISC Aryanthi Baramuli Putri, SH, MH mengapresiasi komitmen Takeda untuk membuka akses yang lebih luas bagi pasien limfoma Hodgkin untuk mendapatkan terapi inovatif. “Biaya pengobatan kanker sangatlah besar. Pasien membutuhkan berbagai bantuan yang bisa didapatkan untuk menjalani pengobatan hingga tuntas. Program bantuan pasien akan sangat membantu meringankan beban biaya bagi pasien,” ujar Aryanthi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement