REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyarankan agar tiap daerah memiliki penanda warna yang jelas untuk memantau polusi udara. Menurut dia, jika bisa ada penderajatan maka itu lebih baik.
"Penderajatan di aplikasi ponsel kita itu kan ada merah, kuning, hijau, dan sebagainya, ini belum disosialisasikan secara luas. Mungkin bisa dibuat itu (penanda), hari ini kecamatan ini sedang merah, hari ini kuning, kalau dibuat hari per hari, orang bisa mengikuti situasinya, bahkan mungkin kalau bisa dilakukan (penderajatan) tiap pagi atau sore,” kata Tjandra di Jakarta, Selasa (5/9/2023).
Ia menyampaikan, apabila menggunakan angka atau indeks berupa angka, misalnya 150, maka masyarakat bisa bingung dan harus mencari tahu kembali, indeks kualitas udara yang normal ada di angka berapa. “Memang saya tahu di beberapa tempat ada tulisan PM (particulate matter) 2,5 berapa, oksigen berapa, tetapi kalau begitu orang akan bingung lagi normalnya berapa? Jadi kalau pakai bendera warna yang dipasang secara konkret akan lebih memudahkan untuk dilihat dan bisa diletakkan di banyak tempat, sehingga warga kota bisa mengetahui di lingkungan sekitar situasinya seperti apa untuk menjaga diri lebih baik,” ujar dia.
Tjandra memaparkan, pada penelitian sebelumnya bisa dideteksi apabila ada orang yang terpapar polusi udara, ada berapa banyak yang terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), serta berapa kerugiannya. Penelitian terakhir yakni Air Quality Life Index, dengan acuan data tahun 2021, mengungkapkan bahwa usia harapan hidup bisa turun kalau masyarakat terus menerus terpapar polusi udara.
“Sehubungan dengan itu, saya mengusulkan agar kejadian di tahun 2023 karena ini salah satu yang besar di Jakarta, juga dilakukan penelitian Air Quality Life Index supaya kita tahu bagaimana dampaknya terhadap kemungkinan penurunan usia harapan hidup, selain dampaknya terhadap penyakit, karena masyarakat juga mesti tahu situasi sekarang seperti apa,” jelasnya.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya informasi yang lebih besar dan masif untuk diberikan kepada masyarakat per daerah, utamanya dengan penderajatan agar masyarakat paham situasi polusi udara di lingkungan masing-masing.
“Informasi itu harus jelas, agar masyarakat tahu kalau situasinya seperti ini, yang harus dilakukan apa, kalau (polusi) seperti ini, harus bagaimana,” ucap dia.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono telah menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 593 Tahun 2023 tentang Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran Udara sebagai kebijakan untuk mempercepat penanganan polusi udara. Heru mengatakan dengan Kepgub tersebut satgas dapat segera dibentuk untuk mengendalikan polusi udara di Ibu Kota.
"Harapannya kerja baik yang selama ini sudah berjalan agar bisa diintensifkan dan dioptimalkan lagi, sehingga penanganan polusi udara bisa cepat tuntas," kata Heru.