REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) tengah digencarkan pemerintah. Ini menjadi salah satu upaya mengatasi polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
Seperti apa cara kerja teknologi tersebut dan benarkah TMC efektif dalam mengatasi polusi? Dikutip dari laman resmi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia, Rabu (30/8/2023), TMC yang lebih dikenal dengan nama hujan buatan sudah dimulai di Indonesia sejak 1977. Namun, fokusnya untuk mendukung sektor pertanian.
Seiring waktu, penerapan TMC berkembang untuk berbagai hal, termasuk mitigasi bencana seperti kebakaran hutan dan lahan. Bisa juga untuk membasahi lahan gambut, mengurangi curah hujan ekstrem, hingga mengamankan infrastruktur dan acara-acara besar kenegaraan.
Operasi TMC bisa dilakukan untuk meredam curah hujan, sekaligus bisa pula bertujuan untuk membuat kejadian hujan "prematur" yang seharusnya turun secara alami di daerah sasaran. Dengan intervensi ini, potensi awan hujan diarahkan dan dijatuhkan ke luar sasaran sehingga dapat mengurangi intensitas hujan di daerah sasaran.
Hal ini dilakukan dengan memicu potensi terjadinya awan hujan di atmosfer dengan cara menyebarkan garam ke dalam awan hujan. Diharapkan, dapat turun menjadi hujan di tempat yang diinginkan sesuai kebutuhan dan tujuan.
Walaupun masyarakat sudah familier dengan istilah hujan buatan, namun BRIN menegaskan bahwa TMC tidak bisa serta-merta membuat hujan. Apabila operasi TMC dilakukan pada musim kemarau atau di tempat tanpa potensi awan, tidak akan bisa menghasilkan hujan.
Dalam melaksanakan pengoperasian TMC, BRIN bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU). BMKG berperan besar dalam penyediaan data dan informasi cuaca, awan, dan arah angin.
Sementara, TNI AU menyediakan pesawat untuk operasional TMC, khususnya yang bertujuan untuk mitigasi bencana. Biasanya radar cuaca BMKG menginformasikan kepada pilot tentang keberadaan awan sasaran serta arah dan kekuatan angin. Kemudian, pesawat yang membawa muatan garam akan menyemai target awan hujan. Posisi pesawat selalu berada di antara arah angin dan target awan hujan.
Lantas, bagaimana efektivitas TMC mengatasi polusi udara? Dilansir laman Pollution Solutions, hujan buatan bekerja melalui proses yang disebut penyemaian awan. Dengan metode itu, bahan kimia disuntikkan ke atmosfer bumi untuk meniru komposisi awan.
Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya presipitasi (mencairnya awan) dalam bentuk hujan atau salju, sehingga membersihkan udara dan menghilangkan tingkat kontaminasi yang berlebihan di udara. Negara lain yang sudah mengupayakan hujan buatan untuk mengurangi dampak kontaminasi udara adalah India.
Situs resmi Massachusetts Institute of Technology memuat studi mengenai efektivitas hujan dalam "membersihkan" atmosfer. Penelitian yang sebagian didanai oleh Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS itu menjelaskan bagaimana tetesan hujan menarik aerosol keluar dari atmosfer.
Saat jatuh melalui atmosfer, tetesan air hujan dapat menarik puluhan hingga ratusan partikel kecil aerosol ke permukaannya sebelum mengenai tanah. Proses ini disebut koagulasi, yang dapat membersihkan udara dari polutan seperti jelaga, sulfat, dan partikel organik.
Ahli kimia atmosfer di MIT juga dapat menentukan seberapa efektif hujan dalam membersihkan atmosfer. Dengan mencermati ketinggian awan, ukuran tetesannya, serta diameter dan konsentrasi aerosol, tim dapat memprediksi kemungkinan tetesan hujan akan menyapu partikel keluar dari atmosfer.