REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Figur publik Alshad Ahmad diketahui memelihara harimau benggala di rumahnya. Dia juga mengontenkan harimau benggala yang dia miliki. Saat membuat konten, harimau-harimau itu sering bertemu dengan manusia.
Beberapa hari lalu, Alshad mengumumkan bahwa bayi harimau benggala yang dipeliharanya mati. Dokter hewan Nur Purba Priambada yang merupakan pengurus Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Akuatik, dan Hewan Eksotik Indonesia (ASLIQEWAN) mengatakan, besar kemungkinan harimau bisa stres jika sering bertemu dengan manusia.
“Karena bukan perilaku alamiah harimau untuk berinteraksi seperti bermain dengan manusia. Interaksi dengan manusia juga menjadi salah satu media penularan penyakit zoonosis dari manusia ke harimau atau sebaliknya,” ujar drh Nur Purba Priambada saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (27/7/2023).
Drh Nur Purba Priambada mengatakan di Indonesia, dari segi hukum memang untuk memungkinkan memelihara satwa liar yang tidak dilindungi selama satwa tersebut hasil generasi kedua dari penangkaran legal. “Sementara harimau benggala bukan satwa liar asli Indonesia dan tidak dilindungi oleh UU (undang-undang). Tetapi perlu diperhatikan juga risiko bahayanya memelihara satwa liar, selain masih punya sifat liar, juga ada risiko menyebarkan penyakit zoonosis juga tinggi,” ujarnya.
Saat ditanya apakah sebetulnya harimau benggala bisa hidup di kandang, drh Nur Purba Priambada menjawab kalau sekadar hidup, harimau benggala mungkin bisa saja hidup di kandang, tetapi dalam merawat satwa harus diperhatikan kesejahteraannya.
Dia menyebutkan prinsip merawat satwa adalah lima kebebasan kesejahteraan satwa yang antara lain satwa harus bebas dari rasa sakit dan penyakit, satwa harus bebas dari rasa lapar dan haus, satwa bebas dari rasa takut dan penderitaan, satwa bebas dari rasa tidak nyaman, serta satwa bebas berperilaku normal.
“Hal-hal tersebut tidak mudah dipenuhi dengan asal-asalan, bahkan untuk harimau sendiri ada panduan khusus untuk perawatan yang merujuk dari Lembaga konservasi dan Kebun binatang internasional,” kata drh Nur Purba Priambada.
Selain itu, dia mengatakan masih ada peluang harimau benggala yang sudah hidup lama di kandang bisa bertahan hidup ketika dilepas di hutan selama satwa ini direhabilitasi terlebih dahulu (diajarkan kembali menjadi satwa liar sepenuhnya seperti satwa liar di alam). Tentunya, itu membutuhkan proses.
Menurut dia, banyak contoh satwa yang lama hidup di kandang dan sukses bertahan hidup di alam ketika dilepasliarkan kembali. “Cuma kalau harimau benggala lepasnya juga tidak bisa di hutan Indonesia ya, karena itu bukan satwa asli Indonesia,” ujarnya.
Ada banyak hal yang berbeda mengenai perilaku harimau benggala yang hidup di hutan dengan harimau benggala yang hidup di kandang. Pemilik akun Twitter @piyopikavet ini menyebutkan harimau di alam memiliki jelajah yang luas dan tidak terkungkung kandang. Contohnya, mereka bisa berlari, berenang, memanjat pohon dan sebagainya.
Mereka, dia menambahkan, juga biasa berburu dan mencari makan sendiri tanpa tergantung manusia. “Yang paling penting mereka bisa mengekspresikan perilaku alaminya di alam tanpa harus dipermainkan oleh manusia,” katanya.
Di sisi lain, dia menyatakan usia harimau di alam menurut literatur sekitar 10-15 tahun, sedangkan ketika dirawat manusia dengan baik bisa bertahan hingga 20 tahun lebih.
Ada banyak hal penyebab kematian harimau. Untuk harimau yang hidup di alam, penyebab kematiannya yaitu, mulai dari penyakit, usia, berkelahi dengan sesama harimau, ketersediaan pakan, dan diburu. “Sementara kalau dirawat manusia umumnya karena kesejahteraannya tidak dipenuhi lalu stres dan sakit atau tertular penyakit tertentu,” ujarnya.
=