Selasa 25 Jul 2023 17:15 WIB

Gangguan Kesehatan Mental Ayah dan Ibu Tingkatkan Risiko Bayi Lahir Prematur

Risiko prematur lebih tinggi pada bayi yang ortunya punya diagnosis psikiatri.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Bayi lahir prematur (ilustrasi). Gangguan kesehatan mental ayah dan ibu bisa meningkatkan risiko bayi lahir prematur.
Foto: AP/VOA
Bayi lahir prematur (ilustrasi). Gangguan kesehatan mental ayah dan ibu bisa meningkatkan risiko bayi lahir prematur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua yang memiliki diagnosis psikiatris atau mengidap gangguan kesehatan mental, baik ayah maupun ibu, bisa meningkatan risiko anak lahir prematur. Temuan studi tersebut diterbitkan di jurnal akses terbuka PLOS Medicine.

Studi digagas oleh tim dari Icahn School of Medicine at Mount Sinai di New York City, Amerika Serikat, dan Institut Karolinska, Swedia. Risiko kelahiran prematur lebih tinggi pada bayi yang ayah dan ibunya sama-sama memiliki diagnosis psikiatri.

Baca Juga

Dikutip dari laman News-Medical pada Selasa (25/7/2023), perempuan dengan diagnosis psikiatri telah lama diketahui memicu peningkatan risiko kelahiran prematur. Namun, baru sedikit yang diketahui tentang risiko keturunan dari ayah dengan diagnosis psikiatri serta orang tua yang sama-sama didiagnosis mengidap gangguan kesehatan mental.

Tim peneliti menganalisis data semua kelahiran hidup dari orang tua Nordik (orang tua yang lahir di Swedia, Finlandia, Norwegia, Denmark, dan Islandia) di Swedia antara 1997 hingga 2016. Mereka memperoleh diagnosis psikiatri dari National Patient Register dan data usia kehamilan dari Medical Birth Register.

Terdapat 1,5 juta kelahiran yang dianalisis, di mana 15 persen dari bayi tersebut lahir dari orang tua dengan diagnosis psikiatri. Tim lantas mengamati kecenderungan usia kehamilan lebih awal pada keturunan orang tua dengan gangguan kejiwaan.

Di kalangan orang tua tanpa diagnosis psikiatri, ada 5,8 persen bayi yang lahir prematur. Diagnosis paternal (ayah) meningkatkan angka tersebut menjadi 6,3 persen kelahiran dan diagnosis ibu meningkatkannya menjadi 7,3 persen kelahiran. Kedua orang tua yang memiliki diagnosis mencatatkan 8,3 persen kelahiran prematur.

Meskipun penelitian dilakukan di Swedia, temuan tentang risiko genetik yang diwariskan serta tekanan biologis atau psikologis dapat diterapkan ke populasi lain. Peneliti menganggap hasil studi tersebut dapat digeneralisasikan ke populasi di luar Swedia.

Salah satu penulis studi, Michael Silverman, menyampaikan bahwa kelahiran prematur dapat mengakibatkan komplikasi seumur hidup yang signifikan bagi bayi. Profesor psikiatri tersebut mengatakan, secara tradisional ibu selalu dianggap bertanggung jawab atas kondisi itu.

Studi terbaru itu bisa menjadi dasar bahwa peran ayah dan ibu sama-sama penting, begitu juga adanya tanggung jawab bersama. Berbagai gangguan seperti depresi, autisme, skizofrenia, dan bahkan alergi makanan yang diidap ibu memang berkontribusi pada janin, tapi kondisi ayah pun berdampak pada perkembangan anak.

"Karya baru ini menunjukkan bahwa riwayat psikiatrik orang tua biologis nonkehamilan (ayah) juga terkait dengan kemungkinan peningkatan hasil kebidanan yang secara tradisional dikaitkan hanya dengan ibu," ujar Silverman.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement