REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- WHO akan mengimbau bahwa pemanis yang digunakan dalam cola diet akan dilabeli "berisiko memicu kanker". Pemanis yang disebut aspartam ini juga digunakan dalam beberapa permen karet. Imbauan WHO menjadi topik kontroversial di kalangan para pakar.
Dikutip dari The Sun, Jumat (30/6/2023), keputusan yang akan keluar pada bulan depan ini bertujuan untuk memberi imbauan potensi bahayanya. Seorang juru bicara Badan Internasional untuk Penelitian Kanker WHO mengatakan temuan ini dirahasiakan hingga Juli.
Mereka mengatakan itu akan menjadi langkah mendasar pertama untuk memahami karsinogenisitas. Komite ahli WHO, yakni JECFA, juga akan memberi keputusan makanan apa saja yang aman untuk dikonsumsi.
Kedua keputusan terkait itu akan diumumkan pada 14 Juli 2023. Tetapi para pebisnis dan regulator mengaku khawatir dua keputusan yang diumumkan dalam waktu bersamaan itu dapat membingungkan.
Staf Kementerian Kesehatan, Perburuhan, dan Kesejahteraan Jepang, Nozomi Tomita, mengirimkan surat kepada WHO pada Maret lalu, meminta seluruh badan mengoordinasikan upaya mereka dalam meninjau aspartam untuk menghindari kebingungan atau kekhawatiran di kalangan masyarakat. Surat itu juga memohon agar putusan itu dirilis pada hari yang sama.
Hanya saja, surat tersebut tidak segera mendapat respons dari WHO. Surat itu dikirim setelah WHO mengeluarkan pedoman pada bulan lalu, yang menyarankan orang untuk tidak meminum pemanis buatan itu untuk menurunkan berat badan.
WHO juga menyebut pemanis buatan itu dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes tipe 2. Aspartam sebetulnya telah dinyatakan aman dikonsumsi dalam batas harian tertentu sejak 1981 oleh JECFA.
Telah dipelajari selama beberapa dekade, penelitian tahun lalu menunjukkan, orang yang mengonsumsi pemanis dalam jumlah yang lebih besar, termasuk aspartam, memiliki risiko kanker yang sedikit lebih tinggi. Seorang ahli gizi di Universitas Aston, Birmingham, Dr Duane Mellor, mengatakan ada laporan tentang aspartam pada hewan yang dikaitkan dengan kanker, meskipun beberapa mengkritik penelitian ini.
Seorang ahli onkologi di University of Warwick, Prof Lawrence Young, mengatakan hubungan konsumsi aspartam dengan peningkatan risiko kanker masih kontroversial.
"Banyak penelitian berbeda tidak menemukan hubungan yang jelas, atau efek yang sangat kecil, tapi diperumit oleh kondisi mendasar lainnya seperti diabetes," ujar dia
Kemudian ahli dari King's College London, Prof Tom Sanders, mengatakan aspartam telah digunakan sebagai pemanis secara intens selama lebih dari 30 tahun di Inggris.
"Ada laporan dari Institut Ramazzini yang mengeklaim bahwa tikus yang diberi aspartam dalam jumlah sangat besar mengembangkan lebih banyak tumor. Namun, kebenaran data tersebut dipertanyakan oleh Otoritas Keamanan Pangan Eropa," ujar dia.
Penelitian terbaru lain yang juga menggunakan hewan di Amerika Serikat telah gagal menunjukkan bukti karsinogenisitas. FDA juga terus mempertahankan bahwa aspartam aman digunakan.