Rabu 17 May 2023 13:43 WIB

Social Commerce Disebut Bisa Dongkrak Penjualan UMKM, Apakah Itu?

Tren social commerce kini semakin digandrungi para pelaku UMKM.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Natalia Endah Hapsari
Tren social commerce kini semakin digandrungi para pelaku UMKM, karena bisa menjawab tiga kebutuhan utama bisnis yaitu promosi, berjualan, sekaligus berinteraksi dengan konsumen melalui satu aplikasi. /ilustrasi
Foto: Republika/ Wihdan
Tren social commerce kini semakin digandrungi para pelaku UMKM, karena bisa menjawab tiga kebutuhan utama bisnis yaitu promosi, berjualan, sekaligus berinteraksi dengan konsumen melalui satu aplikasi. /ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tren social commerce kini semakin digandrungi para pelaku UMKM, karena bisa menjawab tiga kebutuhan utama bisnis yaitu promosi, berjualan, sekaligus berinteraksi dengan konsumen melalui satu aplikasi. Menurut laporan MSME Empowerment Report 2022, hasil riset gabungan TikTok dan DS/innovate, sebanyak 80 persen responden dari 1.500 pelaku UMKM telah peduli pada social commerce.

“Kita melihat bahwa 80 persen responden itu sudah memanfaatkan platform digital termasuk media sosial untuk melakukan promosi produk, berinteraksi secara dua arah dengan konsumen, hingga melakukan penjualan di platform pilihan mereka. Kebiasaan ini yang kemudian disebut social commerce,” kata Vonny Ernita Susamto, Incubation Lead TikTok Shop Indonesia, dalam acara diskusi media di Jakarta Pusat, Selasa (16/5/2023).

Baca Juga

Vonny menjelaskan bahwa social commerce termasuk strategi soft selling yang efektif. Pasalnya, ketika para penjual mulai memperkenalkan produk (promosi) dengan membuat berbagai konten edukasi di platform media sosial, maka penjual pun akan lebih mudah membangun interaksi dengan konsumen.

“Saya enggak bisa menyebut angka, karena perlu di cek dulu, tapi yang social commerce ini bisa meningkatkan omset penjualan para pelaku UMKM, dan angka kenaikannya signifikan,” jelas Vonny.

Meskipun social commerce terbilang tren baru, namun kebiasaan ini diyakini akan terus berkembang sehingga patut dilirik oleh para pelaku UMKM. Faktanya, merujuk laporan MSME Empowerment Report 2022, sebanyak 91,3 persen pelaku UMKM menggunakan media sosial sebagai marketing channel, 72,5 persen untuk berinteraksi dengan konsumen, dan lebih dari 80 persen responden sudah menggunakan media sosial untuk kebutuhan penjualan.

“TikTok ada di persimpangan antara commerce, konten yang menghibur, dan komunitas, di mana sebuah konten organik bisa menjadi trending secara cepat, dan menciptakan demand secara global. Hal ini lah yang akhirnya membentuk budaya berbelanja yang kami sebut community commerce,” kata Vonny.

Community commerce sendiri merupakan jenis social commerce yang didorong oleh kreator yang melakukan pemasaran dari mulut ke mulut yang telah terjadi di platform TikTok. Community commerce di TikTok semakin unik karena dibalut dengan konsep Shoppertainment, sebuah pendekatan yang menggabungkan unsur hiburan dengan pengalaman berbelanja.

Head of SMB TikTok Indonesia, Pandu Nitiseputro, menjelaskan bahwa di TikTok, konten yang autentik dan menghibur menjadi kunci untuk menarik interaksi dan partisipasi aktif dari komunitas TikTok. Interaksi antar brand, kreator, dan komunitas inilah yang akhirnya mendorong keputusan konsumen untuk berbelanja.

“Untuk membantu pelaku UMKM menerapkan hal tersebut, kami selalu berupaya menyediakan berbagai fitur serta solusi bisnis berlandaskan konsep Shoppertainment. Melalui konsep ini, kami terus mendorong para merchants untuk menciptakan hiburan terlebih dahulu atau entertainment first, hingga kemudian komunitas TikTok tertarik untuk membeli produk,” kata Pandu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement