REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Makanan bisa memberikan dampak yang signifikan bagi kesehatan jantung. Namun, di sisi lain, sebagian saran mengenai pola makan sehat untuk jantung yang beredar luas di internet hanya sekedar mitos.
Penyakit jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskular merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Pada 2019 misalnya, sekitar 32 persen kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Dari seluruh kasus akibat penyakit kardiovaskular, sebanyak 85 persennya disebabkan oleh serangan jantung dan strok menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"(Salah satu) faktor risiko perilaku paling penting untuk penyakit jantung dan strok adalah pola makan tidak sehat," jelas WHO, seperti dilansir laman resminya.
Salah satu saran terkait pola makan yang dianjurkan oleh WHO untuk menjaga kesehatan jantung adalah mengurangi asupan garam. WHO juga menganjurkan masyarakat untuk memperbanyak konsumsi buah serta sayur.
Di sisi lain, ada pula beragam saran pola makan untuk jantung sehat yang banyak dipercaya orang namun sebenarnya hanya sekedar mitos. Berikut ini adalah lima mitos seputar pola makan dan kesehatan jantung yang sebaiknya tak dipercaya, seperti dikutip dari Huffington Post, Ahad (23/4/2023).
Mitos: Lemak tak Baik untuk Jantung
Profesor klinis dair University of South Florida, Dr Steven Masley, mengatakan masih ada banyak orang yang percaya bahwa semua jenis lemak buruk untuk kesehatan jantung. Beberapa jenis lemak seperti lemak trans dan lemak terhidrogenasi memang kurang baik untuk kesehatan jantung sehingga perlu dihindari atau dibatasi.
Namun, ada pula lemak yang sebenarnya bisa memberi manfaat bagi kesehatan jantung. Lemak tersebut adalah lemak tak jenuh yang bisa didapatkan dari makanan seperti ikan, minyak zaitun, alpukat, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Beberapa studi menemukan bahwa pola makan yang mencakup lemak tak jenuh bisa membantu menurunkan risiko penyakit jantung.
Mitos: Telur Berdampak Buruk untuk Jantung
Dr Masley mengungkapkan bahwa ada cukup banyak pasiennya yang menghindari telur karena khawatir makanan tersebut akan meningkatkan kadar kolesterol darah mereka. Padahal, konsumsi telur sebenarnya tak memberikan efek pada kadar kolesterol darah.
Dua studi berskala besar yang melibatkan sekitar 120 ribu partisipan juga membuktikan bahwa konsumsi satu butir telur per hari tak berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit jantung. Studi lain juga menemukan bahwa orang-orang Jepang yang memiliki tingkat konsumsi telur lebih tinggi dibandingkan orang-orang Amerika Serikat justru memiliki risiko penyakit jantung koroner yang lebih rendah.
Telur dianggap bisa meningkatkan kadar kolesterol darah karena mengandung kolesterol yang tinggi. Oleh karena itu, sebagian orang menilai konsumsi telur akan meningkatkan kadar kolesterol darah mereka. Berdasarkan studi, asupan kolesterol dari makanan memberikan efek yang minimal terhadap kadar kolesterol darah. Kadar kolesterol darah cenderung lebih dipengaruhi oleh asupan lemak jenuh dari makanan.