Sabtu 22 Apr 2023 13:43 WIB

Alami Apnea Tidur? Ini Pemicu dan Pengobatannya

Sleep apnea dapat lebih buruk bagi kesehatan daripada insomnia.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Apnea tidur obstruktif (OSA) menjadi masalah umum yang memengaruhi pernapasan seseorang saat tidur. Menurut studi baru, OSA dapat menyebabkan defisit kognitif /ilustrasi.
Foto: Republika
Apnea tidur obstruktif (OSA) menjadi masalah umum yang memengaruhi pernapasan seseorang saat tidur. Menurut studi baru, OSA dapat menyebabkan defisit kognitif /ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Apnea tidur atau sleep apnea adalah gangguan tidur yang menyebabkan pernapasan seseorang terhenti sementara selama beberapa kali saat sedang tidur. Kondisi ini dapat ditandai dengan mengorok saat tidur dan tetap merasa mengantuk setelah tidur lama.

Apnea tidur obstruktif (OSA) menjadi masalah umum yang memengaruhi pernapasan seseorang saat tidur. Menurut studi baru, OSA dapat menyebabkan defisit kognitif seperti dikutip dari NBC.

Baca Juga

Kondisi ini juga terkait dengan seringnya terbangun, tidur singkat, dan menyebabkan tidur terfragmentasi. Periode ketika pernapasan berhenti sebentar menyebabkan penurunan sementara kadar oksigen dalam darah. Faktor risiko apnea tidur obstruktif meliputi:

  • Kelebihan berat badan
  • Tekanan darah tinggi
  • Hidung tersumbat kronis
  • Jalan napas menyempit
  • Diabetes
  • Asma

 

“Sering kali orang tidak menyadari mereka menderita sleep apnea, kata Dr Ivana Rosenzweig, neuropsikiater sekaligus kepala Pusat Plastisitas Tidur dan Otak di Kings College London, dikutip dari laman NBC.

Studi menunjukan, penderitanya akan mulai mencari bantuan hanya ketika pasangan mereka yang memberitahu bahwa ada masalah tidur, seperti mendengkur. Petunjuk lainnya, bisa seperti sakit kepala di pagi hari atau kantuk dan kelelahan yang meningkat di siang hari.

Sleep apnea dapat lebih buruk bagi kesehatan daripada insomnia karena dapat mempersulit otak untuk tidur nyenyak, kata Dr Joel Salinas, ahli saraf perilaku dan peneliti di NYU Langone Health dan kepala petugas medis di Isaac Health di New York, yang tidak terlibat penelitian.

Otak berputar melalui tahapan yang berbeda selama tidur, termasuk tidur ringan dan nyenyak dan gerakan mata cepat, atau tidur REM, yaitu saat mimpi terjadi. Tidur nyenyak, juga dikenal sebagai tidur tahap 3, adalah ketika ingatan disimpan dan otak membersihkan protein yang dapat menyebabkan kerusakan dari waktu ke waktu.

Salinas mengatakan orang dengan apnea tidur obstruktif tidak menghabiskan banyak waktu di tahap 3, malah bangun di tahap 2 dan kemudian kembali ke tahap 1 lagi. Seiring waktu, orang-orang ini tampaknya memiliki akumulasi protein yang lebih tinggi, seperti amiloid, yang dapat meningkatkan risiko gangguan kognitif atau demensia.

 

Pengobatan apnea tidur

 

Ahli saraf Dr Andrew Varga mengatakan dokter akan menggunakan banyak strategi untuk mengobati sleep apnea. Menurut Dr Varga, hal yang paling umum adalah mesin continuous positive airway pressure, atau CPAP, yang membuat saluran udara tetap terbuka selama tidur.

Ada juga perangkat kemajuan mandibula yang mendorong rahang bawah ke depan untuk menjaga jalan napas tetap terbuka. Kemudian ada operasi untuk mengubah struktur di tenggorokan. “Tindakan tersebut dapat dilakukan secara invasif seminimal mungkin seperti menghilangkan uvula, struktur berdaging yang menggantung di atas tenggorokan dan sebagian langit-langit lunak, bagian berotot di langit-langit mulut,” kata Varga yang juga dokter di Mount Sinai Integrative Sleep Center dan profesor kedokteran Icahn School of Medicine, Mount Sinai di New York.

Studi otak telah menunjukkan penurunan aktivitas di area yang mirip dengan yang terlihat pada orang dengan penyakit neurodegeneratif. Karenanya menjadi penting untuk mengobati sleep apnea jenis itu sejak dini. “Perubahan gaya hidup adalah hal yang baik untuk memulai,” kata dia.

Selalu penting untuk mengatasi semua masalah yang berpotensi dapat dicegaj, seperti kelebihan berat badan dan tekanan darah tinggi. Semakin awal masalah itu diatasi dan dikelola dalam jangka panjang, maka kian besar pula dampaknya untuk memiliki otak yang sehat selama sisa hidup. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement