REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendengkur saat tidur kerap dianggap sebagai hal yang biasa dan tak berbahaya. Namun, terkadang, mendengkur bisa menjadi pertanda adanya risiko masalah kesehatan yang mematikan.
Hubungan antara kebiasaan mendengkur dan risiko strok ini diungkapkan dalam sebuah studi yang dilakukan oleh tim peneliti asal Irlandia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara masalah tidur dengan risiko strok.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Neurology ini melibatkan hampir 4.500 lansia sebagai partisipan. Sebanyak 2.243 partisipan pernah mengalami strok, sedangkan 2.253 partisipan lainnya tak pernah mengalami serangan tersebut.
Hasil studi menunjukkan bahwa orang yang mendengkur saat tidur memiliki risiko yang lebih besar terhadap strok dibandingkan orang yang tak mendengkur. Risiko strok yang dimiliki pendengkur bisa mencapai dua kali lipat lebih besar dibandingkan nonpendengkur.
Selain itu, studi ini menemukan bahwa durasi tidur yang lebih pendek tampak memengaruhi risiko strok. Menurut studi, orang yang tidur kurang dari lima jam per malam berisiko tiga kali besar terhadap strok dibandingkan orang yang tidur tujuh jam.
Studi ini juga menemukan bahwa orang yang tidur siang lebih dari satu jam berisiko 88 persen lebih tinggi terhadap strok dibandingkan dengan orang yang tak melakukannya. Risiko strok pun tampak meningkat tiga kali lipat pada orang yang mengeluarkan suara mendengus ketika tidur di malam hari atau menderita apnea tidur.
Apnea tidur adalah gangguan tidur serius yang membuat penderitanya berulang kali berhenti bernapas untuk beberapa saat selama tidur, menurut Mayo Clinic. Selain berhenti bernapas, penderita apnea tidur bisa mengeluarkan suara terengah-engah, mendengus, megap-megap, atau suara seperti tercekik.
Lebih lanjut, orang yang memiliki lebih dari lima gejala gangguan tidur cenderung memiliki risiko yang lebih besar terhadap strok. Risiko mereka terhadap strok bisa lima kali lebih besar dibandingkan orang yang tak memiliki masalah tidur.
"Intervensi untuk memperbaiki tidur mungkin juga dapat menurunkan risiko strok dan ini perlu menjadi subjek penelitian di masa depan," ujar peneliti dari University of Galway, Dr Christine McCarthy, seperti dilansir The Sun, Kamis (6/4/2023).
Mengenal Strok
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa strok adalah penyebab disabilitas terbesar di dunia. Secara global, strok juga menjadi penyebab kematian kedua terbesar.
Mengacu pada Global Stroke Factsheet yang dirilis pada 2022, risiko masyarakat dunia terhadap strok telah meningkat sebesar 50 persen dalam 17 tahun terakhir. Saat ini, satu dari empat orang di dunia diprediksi akan mengalami strok semasa hidup mereka.
Secara umum, strok terdiri dari dua tipe yaitu strok iskemik dan strok hemoragik. Strok iskemik terjadi bila aliran darah ke otak terhambat akibat adanya sumbatan di pembuluh darah otak.
Sedangkan strok hemoragik terjadi bila aliran darah ke otak terhambat akibat pecahnya pembuluh darah di area otak. Sebagian besar kasus strok merupakan strok iskemik.