Rabu 03 Jul 2024 11:28 WIB

Udara 'Beracun', Jantung Terancam: Ini Bahaya Tersembunyi Polusi Udara Jangka Panjang

Partikel kecil dalam udara yang tercemar dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru.

Warga mengenakan masker berlatar gedung bertingkat berselimut polusi. Paparan polusi udara dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, termasuk serangan jantung dan strok.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Warga mengenakan masker berlatar gedung bertingkat berselimut polusi. Paparan polusi udara dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, termasuk serangan jantung dan strok.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Polusi udara merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang paling serius di dunia. Paparan polusi udara dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, termasuk serangan jantung dan strok.

"Bahkan partikel-partikel kecil dalam udara yang tercemar dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru," kata dokter spesialis paru dan pernapasan Eka Hospital BSD Astri Indah Prameswari dalam keterangan di Tangerang, Rabu (3/7/2024).

Baca Juga

Dia mengatakan, dampak lain dari polusi udara bisa memperparah penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Selain itu, ia menyebut Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bisa memicu sejumlah komplikasi seperti radang paru atau pneumonia hingga jantung karena terjadi gangguan pada pembuluh darah. "ISPA adalah infeksi pada saluran pernapasan atas dan bawah. Gejalanya antara lain batuk kering atau batuk, hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan, nyeri kepala atau pusing, sesak napas, dan demam," kata dia.

Sementara itu kualitas udara Jakarta per 3 Juli 2024 berdasarkan situs pemantau kualitas udara, IQAir, pada pukul 05.00 WIB berada pada poin 209 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 134 mikrogram per meter kubik atau 26,8 kali lebih tinggi nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Bila dibandingkan sembilan wilayah lain di Indonesia, Jakarta menempati peringkat pertama terburuk. Wilayah Tangerang Selatan, Banten, tercatat berada di urutan kedua (190), diikuti Medan, Sumatera Utara (153).

"Tingkat polusi udara yang tinggi bisa memicu penyakit infeksi saluran pernapasan akut. Jika dibiarkan, bisa berujung pada penyakit yang lebih parah," ujarnya.

Langkah untuk menghindari dampak buruk dari polusi udara adalah mengenakan masker untuk menutup area sekitar hidung dan mulut ketika bepergian ke luar rumah. "Ganti masker secara berkala jika sudah terlalu lembab, basah, atau kotor," katanya.

Membiasakan hidup bersih dengan cara selalu mencuci tangan sehabis bepergian atau setelah aktivitas di luar ruangan karena kuman dan bakteri mudah menempel pada tangan.

"Biasakanlah membawa hand sanitizer dan aplikasikan jika kita sering menyentuh fasilitas umum. Segera cuci pakaian setelah aktivitas dengan mobilitas tinggi. Bersihkan rumah secara rutin, minimal dua kali sehari agar terhindar dari tumpukan debu akibat polusi," katanya.

Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi publik yang disediakan dalam menekan angka polusi udara. "Pemkot sudah sediakan sarana transportasi yaitu Bus Tangerang Ayo (Tayo) dan Si Benteng. Selain nyaman, aman dan murah, juga turut mengurangi polusi udara karena berkurangnya pemakaian kendaraan," kata Penjabat (Pj) Wali Kota Tangerang Nurdin.

Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel) juga memberikan imbauan kepada masyarakat menggunakan masker saat aktivitas di luar rumah untuk menekan terpapar polusi. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengatasi polusi dari perubahan iklim.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement