Rabu 29 Mar 2023 20:00 WIB

Jepang akan Atur Para Influencer, Mengapa?

Saat in, tidak ada ketentuan hukum di Jepang yang mengatur pemasaran terselubung.

Pemerintah Jepang mengumumkan bahwa mulai 1 Oktober mereka akan mengatur pemasaran terselubung, di mana pemengaruh (influencer) atau orang lain dibayar untuk mendorong produk dan layanan kepada pengikut mereka tanpa mengungkapkan informasi produk dengan transparan.  (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Pemerintah Jepang mengumumkan bahwa mulai 1 Oktober mereka akan mengatur pemasaran terselubung, di mana pemengaruh (influencer) atau orang lain dibayar untuk mendorong produk dan layanan kepada pengikut mereka tanpa mengungkapkan informasi produk dengan transparan. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Pemerintah Jepang mengumumkan bahwa mulai 1 Oktober mereka akan mengatur pemasaran terselubung, di mana pemengaruh (influencer) atau orang lain dibayar untuk mendorong produk dan layanan kepada pengikut mereka tanpa mengungkapkan informasi produk dengan transparan.

Badan Konsumen mengatakan bahwa pemasaran sembunyi-sembunyi dalam definisi "representasi yang tidak benar", sebuah kegiatan yang dilarang dalam undang-undang tentang premi yang tidak dapat dibenarkan dan representasi yang menyesatkan.

Baca Juga

Saat ini, tidak ada ketentuan hukum di Jepang yang secara langsung mengatasi pemasaran sembunyi-sembunyi atau terselubung. Dengan perubahan ini, perusahaan akan diingatkan, dinamai, dan dipermalukan, dan mungkin akan lebih parah jika terbukti melanggar.

Perubahan ini dilakukan karena kekhawatiran yang semakin meningkat bahwa pemasaran produk dan layanan tanpa informasi yang jelas membuat konsumen membeli sesuatu tanpa informasi yang cukup.

Menurut badan tersebut, metode pemasaran yang menjadi subjek regulasi adalah metode yang sulit bagi konsumen untuk mengidentifikasi sebagai iklan atau promosi berbayar.

Regulasi ini ditargetkan pada perusahaan dan bukan pada pemengaruh atau orang lain yang dibayar untuk mempromosikan di media sosial, kata badan tersebut seperti dilansir Kyodo, Selasa (28/3/2023).

Badan tersebut bertujuan untuk menentukan apakah unggahan di media sosial adalah iklan atau promosi dengan melihat keterlibatan perusahaan, termasuk apakah perusahaan memberi instruksi kepada promotor untuk membuat unggahan tertentu atau meminta mereka mengonfirmasi bahwa mereka memenuhi persyaratan untuk melakukan unggahan.

Ketika mereka yang dibayar untuk mempromosikan produk atau layanan melakukannya tanpa instruksi langsung dari perusahaan, badan tersebut akan menyelidiki pertukaran dan hubungan masa lalu antara perusahaan dan orang-orang yang membuat unggahan untuk menentukan apakah terjadi pelanggaran.

Panel ahli badan tersebut pada masalah konsumen merilis laporan pada bulan Desember tahun lalu yang mengusulkan regulasi hukum terhadap pemasaran terselubung. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement