REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apakah Anda suka mendengarkan musik menggunakan headphone dengan volume keras? Mulai sekarang, sebaiknya Anda kurangi kebiasaan tersebut.
Penggunaan headphone atau peranti dengar dengan volume di atas standar dapat menyebabkan terjadinya penurunan pendengaran sebagai awal tanda telinga berdenging atau tinitus. "Volumenya sebaiknya 60 persen jadi jangan besar-besar, kemudian durasinya biasanya 60 menit, sehingga sudah 60 menit kita istirahat dulu sebentar baru nanti boleh dipakai lagi," ujar dokter spesialis telinga hidung tenggorokan dr Jenny Bashiruddin dari RS Cipto Mangunkusumo dalam diskusi mengenai tinitus melalui live Instagram RSCM, Jumat (10/3/2023).
Dia mengatakan, sebaiknya suara yang didengar melalui headphone tidak lebih dari 85 desibel. Begitu juga jika bekerja di tempat yang berisiko akan suara bising, sebaiknya menggunakan headphone yang berstandar khusus agar suara yang masuk ke telinga tidak lebih dari 85 desibel.
Selain itu, bagi anak muda yang sering menonton konser, juga diminta waspada terhadap gejala tinitus akibat paparan suara bising dari speaker atau pengeras suara. "Sudah beberapa kali kejadian pasien habis nonton konser tiba-tiba telinganya berdenging, itu akan terjadi kerusakan di sel rambut yang disebut sebagai trauma akustik, jadi nonton konser hati-hati jangan terlalu dekat dengan speaker-nya," kata Jenny.
Dia menyarankan untuk menggunakan earplug atau alat pelindung telinga dan tidak duduk atau berdiri terlalu dekat dengan pengeras suara. Dokter yang menamatkan pendidikan spesialisnya di Universitas Indonesia ini mengatakan keluhan telinga berdenging atau tinnitus tidak hanya dari paparan kebisingan suara. Sering kali pasien mengeluhkan telinga berdenging karena ada masalah fisiologis seperti stres terhadap pekerjaan atau kelelahan.
Jika pasien mengeluh ada gangguan pendengaran dengan adanya bunyi berdenging di telinga, Jenny menyarankan untuk melakukan tes audiometri untuk melihat adanya gangguan pendengaran dari tingkat frekuensi tertentu. "Kalau ada respons di frekuensi 4.000, kita harus tanya pernah enggak terpapar kebisingan sehingga pendengarannya pada saat kebisingan itu terjadi kerusakan di sel-sel rambut luar yang gambaran audiogramnya ada takik di frekuensi tingginya," ujarnya.
Namun pemeriksaan juga bisa dilakukan pada bagian telinga luar apakah ada kotoran telinga, atau memeriksa rumah siput pada bagian tengah telinga (koklea) untuk melihat apakah ada kerusakan. Jika tidak ditemukan kerusakan di telinga luar dan tengah, maka perlu dilakukan CT Scan atau MRI untuk memeriksa bagian dalam telinga yaitu gendang telinga.
Jenny mengatakan untuk mengatasi suara denging di telinga, pasien bisa melakukan terapi mandiri di rumah yaitu dengan mendengarkan musik atau bunyi-bunyian (white noise) dengan suara yang kecil dan fokus mendengarkan bunyi tersebut. Dengan fokus pada satu suara, denging yang terdengar di telinga akan tertutupi.
"Dengarkan lagu-lagu dengan volume kecil di sebelah (tidak menggunakan headset) dan mindset harus fokus ke suara itu jadi tinnitusnya ter-cover, tinitusnya tidak hilang tapi ter-cover karena kita mendengarkan bunyi-bunyi itu, dengan demikian itu akan terlatih," kata Jenny.
Dia juga menyarankan untuk menggunakan alat semprot hidung untuk membuka jalur pendengaran, menghindari kebisingan, dan jauhi stres. Namun jika suara denging cukup mengganggu aktivitas dan mengganggu kualitas tidur, bisa berkonsultasi dengan psikiatri atau pakar neurologi.