Ahad 26 Feb 2023 23:47 WIB

Punya Artis Idola, Sampai Mana Batas Wajarnya?

Batasan menyukai artis idola menjadi penting karena dapat menjadi semacam tembok.

Penggemar menyaksikan penampilan idolanya (ilustrasi). Menurut psikolog klinis, setiap orang perlu memiliki batas kesukaan terhadap artis idolanya.
Foto: www.freepik.com
Penggemar menyaksikan penampilan idolanya (ilustrasi). Menurut psikolog klinis, setiap orang perlu memiliki batas kesukaan terhadap artis idolanya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog klinis dewasa Mega Tala Harimukthi menyarankan setiap orang perlu memiliki batas kesukaan terhadap artis idolanya. Tujuannya, agar dia tak menjadi fanatik.

Penggemar fanatik merujuk pada seseorang yang memiliki pemahaman, kegemaran, dan kesukaan berlebihan terhadap sesuatu. Tak hanya remaja, orang dewasa juga bisa menjadi penggemar fanatik. Pakar menilai fanatisme adalah berbahaya.

Baca Juga

"Ketika memang dia menyukai sesuatu kemudian itu sangat terinternalisasi ke dalam dirinya. Jadi, enggak sekadar suka, tetapi, merasa bahwa idolanya perlu diikuti bahkan sadar tidak sadar dia meniru semua tentang idolanya," kata Mega, Ahad (26/2/2023).

Oleh karena itu, mempunyai batasan menjadi penting karena dapat menjadi semacam tembok agar individu tetap melakukan aktivitas seperti seharusnya tanpa terganggu kegiatan yang berhubungan dengan idolanya itu. Mega mengatakan, ketika menggemari idolanya, bisa dengan menonton film atau mendengarkan musiknya. Tidak perlu mengikuti semua yang dilakukan sang idola.

"Enggak perlu mengikuti semua gayanya. Kita seorang individu biasa yang juga punya aktivitas secara realitas, mungkin sekolah, kuliah, bekerja atau bahkan menjadi seorang ibu. Jangan sampai lagi mengasuh anak kita enggak ngeliatin anak, sibuk kepoin idola kita lagi ngapain atau nonton terus. Itu kan enggak bagus," jelas Mega.

Menurut dia, mengidolakan artis tertentu masih dikatakan wajar apabila masih bisa membedakan mana yang kenyataan dan sekadar kesenangan. Misalnya tahu lagu-lagu atau menonton film yang dibintangi sang idola, tanpa harus mengganggu aktivitas harian.

"Tetapi menjadi tidak wajar, kalau misal idolanya potong rambut, dia ikutan potong rambut. Idolanya beli barang tertentu dia ikutan beli. Jadi dia berusaha untuk menyamai si idolanya, itu sudah tidak wajar," kata Mega.

Melakukan kegiatan yang produktif dan berolahraga dapat menjadi cara menghindari diri menjadi fanatik terhadap idola. Olahraga, kata Mega, bisa membantu mengeluarkan hormon bahagia sekaligus membuat pikiran menjadi lebih positif.

"Jadi, kita enggak melulu memikirkan idola kita. Kita jadi lebih tahu batasan realitas kapan, sih, waktunya kita menunjukkan ini batasan saya, bukan kehidupan dia," ujar Mega.

Dia mengatakan, sikap fanatik berlebihan bisa merugikan individu. Pasalnya waktu yang bisa digunakan untuk hal-hal yang produktif menjadi akhirnya waktu terbuang begitu saja akibat terus menerus mengikuti kegiatan sang idola.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement