REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Depresi tak selalu ditunjukkan dengan tampilan yang urakan, lesu, atau tak bergairah. Ada juga orang yang hidup dengan depresi namun tampak sangat bahagia di luar, hal ini disebut juga dengan istilah smiling depression.
Psikolog Klinis dari India, Aishwarya Raj, mengatakan smiling depression bukan kondisi medis yang dikenali secara luas. Karena itu, ketika seseorang menyembunyikan depresi di balik senyuman, perlu ada perhatian dari orang sekelilingnya.
Menurut dia, smiling depression mungkin berbahaya, karena sering kali tidak disadari. Padahal, kondisi tersebut bisa berdampak pada kesehatan mental seseorang.
“Orang dengan smiling depression bahkan berisiko lebih tinggi untuk bunuh diri karena mereka terbiasa mengatasi rasa sakit (tanda-tanda pencegahan bunuh diri). Mereka mungkin memiliki lebih banyak energi dan fokus untuk membuat rencana bunuh diri dan menindaklanjutinya,” ujar Raj seperti dilansir Health Shots, Jumat (24/2/2023).
Lantas bagaimana tanda orang yang mengalami smiling depression? Menurut Raj, mungkin sulit bagi anggota keluarga untuk mengenali tanda-tanda smiling depression. Namun harus diketahui bahwa kesedihan yang berkepanjangan adalah gejala depresi yang paling mendominasi.
Selain itu, ada juga beberapa gejala lain seperti terlihat lesu atau lunglai, sulit tidur, perubahan berat badan dan hilang nafsu makan, ketidakberdayaan, kurangnya minat atau motivasi, hingga tidak percaya diri.
“Meskipun beberapa atau semua gejala ini mungkin ada pada orang yang mengalami smiling depression, gejala-gejala ini terutama, tidak tampak di depan umum. Jadi, orang yang aktif, tampak ceria juga dapat terkena smiling depression,” ujar Raj.
Raj mengatakan, ada beberapa orang yang berisiko tinggi mengalami smiling depression. Mereka pada umumnya adalah orang-orang yang mengalami perubahan besar dalam hidupnya seperti gagal dalam hubungan, kehilangan pekerjaan, hingga mengalami krisis keuangan.
Dewasa ini, smiling depression juga bisa memengaruhi orang-orang yang kecanduan media sosial. Ekspektasi yang lebih tinggi juga dapat memicunya. Ekspektasi yang tidak realistis dapat berasal dari rekan kerja, orang tua, saudara kandung, anak, atau teman. Orang yang perfeksionis mungkin lebih rentan karena standar mustahil yang mereka terapkan untuk diri mereka sendiri.
Pengobatan dan perubahan pola makan dinilai mampu membantu mengatasi jenis depresi ini. Mengambil bantuan psikoterapi dari seorang profesional juga dapat membantu mengatasi gejala depresi.
“Seorang profesional dapat membantu orang yang menderita smiling depression dalam menemukan strategi yang tepat untuk mengatasi depresi. Mereka juga perlu mendapatkan dukungan yang memadai di rumah untuk membuka diri kepada orang di sekitarnya,” kata Raj.