Jumat 24 Feb 2023 13:54 WIB

'Kasus Penganiayaan oleh Anak Pejabat Pajak Jadi Pembelajaran Bagi Orang Tua'

Karena korban masih usia anak, polisi akan pakai tuntutan dalam UU Perlindungan Anak.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Tersangka kasus penganiayaan Mario Dandy Satriyo dihadirkan dalam rilis yang digelar Kepolisian di Polres Jakarta Selatan.
Foto: Ali Mansur/Republika
Tersangka kasus penganiayaan Mario Dandy Satriyo dihadirkan dalam rilis yang digelar Kepolisian di Polres Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati anak dan pendidikan, Retno Listyarti, mengecam kasus penganiayaan anak di bawah umur yang belum lama ini menjadi viral. Putra pejabat Direktorat Pajak bernama Dandy Satriyo yang sudah usia dewasa (20 tahun) menganiaya seorang anak pengurus GP Ansor yang masih usia anak, David (17 tahun).

Aksi itu ditengarai terjadi karena Dandy membela pacarnya yang juga masih usia anak, A (15 tahun). Retno menyayangkan karena penganiayaan tersebut dilakukan dengan sadis hingga mengakibatkan korban mengalami luka serius dan koma di rumah sakit.

Baca Juga

Menurut Retno, kasus ini seharusnya menjadi pembelajaran bagi para orang tua untuk membantu anak-anaknya mampu mengendalikan emosi di saat marah. "Sehingga tidak bertindak gegabah yang merugikan diri sendiri dan membahayakan orang lain," kata Retno dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (24/2/2023).

Retno mengatakan, usia anak ada pada rentang 0-18 tahun. Karena korban masih usia anak, maka polisi akan menggunakan tuntutan dalam UU Perlindungan Anak. Setelah kasus bergulir, ada juga S (19 tahun), teman Dandy yang statusnya dinaikan dari saksi menjadi tersangka.

Pasalnya, S yang ikut ke lokasi penganiayaan di Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan diduga memprovokasi Dandy melakukan penganiayaan dan melakukan pembiaran. Pemukulan diduga dilakukan pada bagian kepala dan perut.

Menurut Retno, dua bagian tubuh itu jika dipukul akan berakibat fatal pada korban. Retno menyoroti bahwa nantinya A yang merupakan pacar Dandy bisa saja ditetapkan sebagai tersangka.

Apabila proses pengembangan oleh kepolisian menetapkan itu, maka untuk A akan digunakan UU No. 11/2012 tentang SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak) karena masih usia anak. Namun, sejauh ini A baru diperiksa dan masih berstatus sebagai saksi.

"Proses hukum seharusnya terus berjalan, meskipun keluarga korban memaafkan sekalipun, proses hukum semestinya tetap dilanjutkan, karena ini tindak pidana terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa," ujar Retno.

Ketika korbannya anak, maka kepolisian akan menggunakan pasal 76C UU Perlindungan Anak, di mana tuntutan hukumannya cukup berat, yaitu maksimal 15 tahun. Apalagi, si pelaku sudah bukan usia anak, jadi tidak akan ada penyelesaian di luar pengadilan atau diversi.

Menurut Retno, David berhak mendapatkan pemulihan kesehatan dan rehabilitasi psikologi dari dampak kekerasan yang dialami. Rehabilitasi psikologi bisa dilakukan ketika kesehatan fisik David sudah pulih nanti.

Hak atas pendidikan bagi David juga harus tetap dipenuhi. Pihak sekolah harus membantu David ketika nantinya dia sudah sehat kembali, dengan cara dibantu mengejar ketertinggalan pembelajaran selama sakit.

"Kasus ini juga seharusnya menjadi pembelajaran bagi para orang tua untuk membantu anak-anaknya mampu mengendalikan emosi di saat marah, sehingga tidak bertindak gegabah yang merugikan diri sendiri dan membahayakan orang lain," kata Retno.

 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement