Rabu 15 Feb 2023 23:23 WIB

Virus Marburg Berpotensi Jadi Pandemi, Apa Itu dan Bagaimana Gejalanya?

WHO mengonfirmasi wabah dari virus Marburg di Guinea Equatorial, Afrika.

Virus Margburg dinilai berpotensi jadi pandemi masa depan. (ilustrasi)
Foto: Pixabay
Virus Margburg dinilai berpotensi jadi pandemi masa depan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyebut, virus Marburg berpotensi menjadi sebuah pandemi baru yang akan melanda seluruh dunia pada masa depan. Virus Marburg adalah salah satu virus dalam daftar virus berpotensi pandemi.

"Penyakit virus Marburg adalah penyakit yang sangat mematikan yang menyebabkan demam berdarah, dengan rasio kematian hingga lebih dari 80 persen," kata Dicky, Rabu (15/3/2023).

Baca Juga

Dicky menyampaikan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengonfirmasi adanya wabah (outbreak) dari virus Marburg sedang terjadi di Guinea Equatorial, Afrika. Sejauh ini, WHO telah menemukan 10 orang dinyatakan meninggal dunia. Lebih dari 200 orang sedang mengalami masa karantina dan pembatasan pergerakan mulai diberlakukan oleh pemerintah setempat.

Dicky mengatakan, semua pihak dalam otoritas kesehatan, telah diberi tahu bahwa ada temuan yang mencurigakan terhadap adanya klaster penyakit oleh pejabat kesehatan distrik di sana pada Selasa (7/2/2023). Dengan adanya kejadian di Afrika yang mulai mendapatkan perhatian WHO, Dicky mengingatkan jika Marburg memiliki spektrum klinis yang tumpang tindih alias mirip dengan virus Ebola. Sayangnya, hingga kini vaksinnya masih dalam tahap pengembangan.

Penyakit Marburg ditularkan melalui kontak dengan cairan tubuh atau jaringan hewan atau manusia yang terinfeksi. Dengan masa inkubasi dua hingga 21 hari. Sejumlah gejala yang penderitanya rasakan, yakni demam, sakit kepala, nyeri otot, dan muntah.

Penyakit Marburg bahkan mampu menyebabkan perdarahan, kegagalan banyak organ sampai kematian. Sekitar hari kelima setelah timbulnya gejala, bisa muncul ruam yang paling menonjol di daerah perut, dada, punggung.

"Tetapi, saat ini tidak ada pengobatan khusus untuk Marburg. Wabah jarang terjadi, relatif kecil, tetapi sangat fatal, dengan tingkat fatalitas kasus berkisar antara 25 hingga 90 persen," ujar dia.

Oleh karenanya, Dicky menyarankan Pemerintah Indonesia, bahkan dunia untuk memulai menerapkan sebuah pendekatan satu sehat (one health) agar semua tata laksana pencegahan mulai dari pengembangan vaksin, deteksi dini hingga penguatan dalam program kesehatan masyarakat tidak telat untuk diberlakukan meski memerlukan biaya yang tidak murah.

"Apakah ini berpotensi pandemi? Kalau untuk saat ini menurut saya belum, namun pada gilirannya, cepat atau lambat bila strategi pengendalian lemah, vaksin dan obat tidak tersedia, ancaman makin besar untuk dunia," ujar Dicky.

Sebagai informasi tambahan, Virus Marburg merupakan kelompok filovirus yang sangat menular dan mematikan. Sifatnya mirip dengan virus Ebola dan pertama kali ditemukan pada 1967 di Marburg dan Frankfurt, Jerman, serta Beograd, Serbia. Kejadiannya tepat setelah wabah demam berdarah parah di kalangan pekerja laboratorium saat itu.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement