REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdapat salah satu jenis fobia bernama talasofobia, yakni ketakutan yang intens terhadap lautan. Namun, pengidap jenis fobia ini umumnya juga sangat takut terhadap perairan yang dalam atau genangan air yang besar seperti danau atau sungai.
Talasofobia merupakan salah satu jenis gangguan kecemasan, sehingga dapat menyebabkan gejala psikologis dan fisik. Gejala psikisnya mungkin termasuk perasaan takut atau cemas yang tiba-tiba dan parah, takut kehilangan kendali, panik, tidak mampu berkonsentrasi, hingga insomnia.
Gejala fisik talasofobia antara lain tubuh gemetar, berkeringat, palpitasi jantung (jantung berdegup sangat kuat), sesak napas, ketegangan otot, dan sakit perut. Dalam kasus yang parah, bisa memicu serangan panik hebat sehingga kadang disalahartikan sebagai serangan jantung.
Spesialis fobia dari Harley Street Phobia Therapy, Christopher Paul Jones, menjelaskan bahwa menemukan akar penyebab talasofobia tidak selalu mudah. Terkadang, itu dipicu pengalaman buruk atau trauma yang berhubungan dengan air di masa kanak-kanak, seperti pengalaman hampir tenggelam.
Namun, terkadang bisa juga terkait dengan fobia lain, misalnya ketakutan terhadap hiu, paus, atau ruang terbuka lebar. Dia memaparkan, fobia tidak selalu disebabkan oleh peristiwa traumatis. Ada juga faktor lain yang berpengaruh, seperti faktor genetik, cara otak memproses rasa takut.
"Saya tidak akan pernah berasumsi bahwa itu sesederhana takut air. Meninjau akar penyebab talasofobia, sama seperti fobia lainnya, sangat penting," kata Jones, dikutip dari laman Patient.info, Sabtu (28/1/2023).
Selain itu, fobia bisa muncul meski seseorang tidak berada di dekat lautan atau perairan yang sebenarnya. Bisa jadi, seseorang hanya melihat lautan di televisi atau mendengar suara ombak di audio meditasi, lantas talasofobia langsung terpicu.
Apabila memiliki rasa takut terhadap laut atau perairan dalam yang dianggap berdampak negatif pada aktivitas sehari-hari, segera konsultasikan dengan dokter umum atau spesialis fobia. Profesional kesehatan akan melakukan penilaian dan diagnosis.
Penilaiannya termasuk seberapa kuat ketakutan terhadap perairan yang dalam, apakah perairan dalam hampir selalu memunculkan ketakutan atau kecemasan yang intens dan tiba-tiba, atau apakah rasa takut tersebut tidak proporsional dengan bahaya yang sebenarnya. Akan dinilai juga apakah fobia menghasilkan penderitaan yang signifikan secara klinis atau gejala fisik.
Menurut Jones, cara terbaik untuk mengelola talasofobia adalah mencari bantuan dari profesional kesehatan mental guna mengatasi akar penyebab ketakutan. "Terapis akan berusaha melepaskan emosi negatif yang melekat pada ingatan seseorang tentang kejadian asli yang ada di balik fobia, untuk membantu mencegahnya merasakan hal yang sama lagi," kata Jones.
Hal itu dikenal sebagai terapi perilaku kognitif (CBT), sejenis terapi bicara di mana pasien dilatih untuk melatih kembali pikiran untuk mengatasi trauma. Karena fobia adalah gangguan kecemasan, dokter juga dapat meresepkan obat tertentu.
Ada juga hal-hal yang dapat dicoba di waktu luang guna membantu seseorang mengatasi rasa takut terhadap laut atau perairan dalam dengan lebih baik. Misalnya, teknik pemusatan perhatian dan relaksasi, seperti meditasi, latihan pernapasan, dan menulis jurnal.
Kebiasaan sehat seperti makan makanan yang sehat dan seimbang serta olahraga teratur juga telah terbukti efektif mengurangi kecemasan. Meskipun, cara itu seharusnya beriringan dengan terapi untuk membantu pasien memahami dan mengatasi fobia.